Pak, Enaknya Saya Meneliti Apa?
Prof. Dr. H. Mudjia Rahardjo, M. Si Jumat, 8 November 2013 . in Rektor . 3141 views

Biasanya saya tidak langsung memberi jawaban. Tetapi saya menjelaskan duduk persoalan masalah metodologi penelitian mulai dari hal-hal yang sangat mendasar. Penjelasan saya awali dengan pertanyaan apa bidang studinya. Sebut saja bidang studinya psikologi. Sebagai disiplin ilmiah, psikologi tentu memiliki wilayah kajian utama, atau dalam filsafat ilmu disebut body of knowledge. Peneliti ilmu psikologi wajib mengerti dengan jelas apa saja wilayah kajian psikologi, sehingga dia tidak akan meneliti  bidang di luar psikologi. Selain tahu persis wilayah kajiannya, peneliti harus memiliki minat besar (interest) terhadap bidang kajian tersebut. Jangan sampai terjadi seorang peneliti melakukan penelitian pada bidang yang tidak disukai. Hasilnya pasti tidak akan maksimal. .

Jika body of knowledge jelas, maka langkah berikutnya adalah menentukan tema kajian. Setidaknya tema kajian mengangkat isu-isu utama yang sedang menjadi perdebatan publik sehingga memiliki nilai kebaruan (novelty), memiliki nilai praktis bagi pengembangan keilmuan, dan bernilai secara institusional. Artinya, jika peneliti melakukan penelitian di sebuah pondok pesantren, maka hasil penelitian tersebut harus bernilai guna bagi pondok pesantren tersebut.

Menyangkut pertanyaan apa metode yang dipakai, saya jelaskan dengan pertanyaan untuk apa penelitian dilakukan. Biasanya jawabnya beragam dan muluk-muluk, yakni untuk membongkar masalah, mengembangkan ilmu pengetahuan, memberikan sumbangan pemikiran baru, menyelesaikan persoalan secara praktis, menemukan teori baru, dan sebagainya. Keren kan ? ha ha! Itu sih sah-sah saja. Tetapi yang pasti jawaban itu bukan dasar mengawali penelitian.

Lazimnya, penelitian:dilakukan untuk satu dari dua hal: menjelaskan (explaining) atau  memahami.(understanding). Mahasiswa yang tidak sabar biasanya segera bertanya “Apa sih pak maksudnya?”. Dalam penelitian kata-kata ‘menjelaskan’ dan ‘memahami’ merupakan dua istilah sangat penting untuk menentukan jenis paradigma, metode, dan teknik penelitian. Jika ‘menjelaskan’ (to explain) disandingkan dengan external factors, maka ‘memahami’(to understand) dengan internal reasons. Jadinya, to explain external factors, dan to understand internal reasons merupakan pemahaman paling mendasar untuk menentukan metode penelitian yang akan dipakai.

Jika ‘menjelaskan’ merupakan upaya mencari hubungan antar-variabel dan bersifat kausalitas sehingga masuk wilayah paradigma positivistik --- metodenya kuantitatif---, maka ‘memahami’ adalah upaya membongkar fenomena dan bersifat verstehen untuk membongkar realitas di balik yang tampak (fenomena) dan masuk wilayah paradigma interpretif --- metodenya kualitatif. Maka dari itu pertanyaan-pertanyaan  kuantitatif terumuskan seperti, misalnya,:

(1)   Adakah hubungan antara  kelengkapan sarana belajar dengan prestasi belajar?

(2)   Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan studi di PT?

(3)   Apakah pengaruh kondisi ekonomi orangtua terhadap keberhasilan studi anak?        .

(4)   Bagaimana dampak kegiatan keagamaan di sekolah terhadap tingkat spiritualitas siswa?

Sedangkan pertanyaan kualitatif terumuskan seperti, misalnya,:

(1)   Apa saja program yang dikembangkan oleh pimpinan sekolah sehingga menjadi maju?

(2)   Bagaimana kepemimpinan spiritual dilaksanakan oleh pemimpin baru?

(3)   Bagaimana kondisi psikologis siswa yang akan mengikuti UAN tahun 2010?

 

Menyangkut pertanyaan mana yang lebih baik, saya jelaskan bahwa masing-masing metode memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Biasanya saya paparkan dalam sepulu kalimat berpasang-pasangan sebagai berikut:

10.  Jika hasil penelitian kuantitatif untuk memperoleh generalisasi, maka hasil akhir penelitian kualitatif untuk memperoleh transferabilitas.

 

Dengan penjelasan itu, saya serahkan kepada mahasiswa sendiri untuk memilih metode yang akan dipakai. Jika mahasiswa sudah paham, maka saya lanjutkan dengan penjelasan bahwa penelitian hakikatnya adalah buah karya manusia untuk menemukan jawaban atas sebuah permasalahan, baik lewat penjelasan maupun pemahaman. Sebagai buah karya manusia, maka penelitian juga tidak luput dari kesalahan dan kelemahan. Karena itu,mempercayai 100 % hasil penelitian bisa menimbulkan masalah baru. Tetapi jangan sampai tidak percaya sama sekali. Sebab lewat penelitian ilmu pengetahuan berkembang. Karena itu, hampir semua ilmu di mana kegiatan penelitian giat dilakukan di situlah ilmu berkembang dan sebaliknya. .

Namun demikian, sehebat apapun seorang peneliti, secanggih apapun metode yang dipakai, sepandai apapun pembimbingnya dan seeksak apapun ilmu yang dikembangkan, hasil penelitian tetap saja merupakan hasil kerja manusia yang bersifat tentatif. Jadi tidak akan pernah ada hasil penelitian dengan kebenaran mutlak. Kebenaran mutlak hanya datang dari Allah. Karena itu, bagi orang yang beriman, apapun yang datang dari Allah harus diterima sebagai kebenaran tanpa reserve. Tidak perlu ditawar-tawar, tetapi boleh didiskusikan agar ilmu berkembang.

Menurut saya dari kerja penelitian ada hikmah penting yang bisa diambil, yakni Allah bentangkan kesempatan kepada manusia untuk menggali semua misteri kehidupan, baik yang menyangkut misteri alam, misteri sosial, maupun misteri kemanusiaan. Perhatikan saja belakangan ini para astronom menemukan planet-planet baru yang menghentakkan dunia ilmu pengetahuan, khususnya astronomi. Demikian juga ilmu kedokteran berkembang begitu cepat dengan temuan-temuan baru yang mencengangkan. Para ahli oceanologi juga digemparkan dengan temuan-temuan baru menyangkut kehidupan di bawah laut yang selama ini menjadi misteri.

Tetapi perlu disadari kalaupun berhasil menggalinya, manusia tidak akan pernah mampu memperoleh semuanya. Bukankah Allah janjikan bahwa manusia diberi ilmu, kecuali hanya sedikit “wa ma: u:titum ‘ilma illa qolila”  Tentu ini ada maksudnya, yakni agar manusia tidak takabur. Sebab, bukankah takabur merupakan salah satu penyebab kejatuhan manusia.  Masih ingat kisah Firaun yang jatuh karena kesombongannya?.

Namun demikian, dari yang sedikit itu diharapkan bisa memberikan manfaat bagi manusia dan kemanusiaan. Maka dari itu, dalam definisi saya, orang berilmu luas bukan orang yang bergelar akademik panjang, melainkan orang yang sadar bahwa ilmunya tidak ada apa-apanya dibanding ilmu Allah yang maha luas. Pada saat yang sama dia adalah sosok pribadi dengan penuh kearifan. Kata para filosof, puncak ilmu bukan ilmu itu sendiri, melainkan kearifan. Indah kan ! Sampai di sini biasanya para mahasiswa terdiam sambil sesekali mengangguk, walau sebenarnya saya juga tidak tahu persis apa artinya anggukan itu !

(Author)


Berita Terkait


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
Jalan Gajayana No. 50 Malang 65144
Telp: +62-341 551-354 | Email : info@uin-malang.ac.id

facebook twitter instagram youtube
keyboard_arrow_up