Di tengah-tengah perbincangan kuriukulum tahun 2013, ada sementara orang berpendapat bahwa sudah mendesak dirmuskan tentang kurikulum pendidikan akhlak. Pada akhir-akhir ini pendidikan akhlak dianggap sudah sangat penting dan mendesak, oleh karena itu maka juga perlu dirumuskan kurikulumnya.
Anggapan sebagaimana dimaksudkan itu mungkin dilatarbelakangi oleh pemahaman bahwa semua pendidikan harus berlangsung di sekolah. Di tempat itu ada ruang kelas, ada guru, buku teks, dan para murid yang harus belajar. Oleh karena itu maka harus ada bahan pelajaran yang diajarkan. Bahan pelajaran itu dianggapnya sebagai kurikulum.
Membentuk akhlak mulia adalah merupakan tugas nabi. Tugas utama nabi Muhammad adalah menyempurnakan akhlak mulia. Nabi di dalam menjalankan tugasnya itu selalu mengikuti petunjuk al Qur'an. Bahkan disebutkan bahwa, akhlak nabi adalah al Qur'an itu sendiri. Oleh sebab itu, mengikuti ajaran nabi, siapapun yang bermaksud membentuk akhlak mulia, maka seharusnya mengacu pada al Qur'an dan contoh kehidupan nabi.
Membangun akhlak mulia dengan cara-cara yang masih akan dirumuskan, termasuk menyusun kurikulumnya, dan mengabaikan apa yang dilakukan oleh nabi, adalah merupakan hal yang terlalu menyederhanakan makna akhlak mulia itu sendiri. Mengikuti apa yang dilakukan oleh nabi, maka seharusnya kurikulum yang diguanakannya adalah al Qur'an dan hadits nabi.
Siapa saja yang menginginkan berakhlak mulia, maka caranya adalah menjadikan al Qur'an dan sejarah hidup nabi sebagai petunjuk dan atau pedoman hidupnya. Pedoman dimaksud seharusnya pepelajari secara terus menerus. Demikian pula, siapapun, tidak terkecuali para siswa yang diharapkan berakhlak mulia, maka seharusnya mereka diajak selalu mendekatkan dirinya pada kitab suci dan mengikuti tauladan nabinya itu.
Manusia adalah makhluk yang terbaik. Pada diri manusia, selain dikaruniai bentuk fisik yang indah dan sempurna, juga masih ditambah dengan kelengkapan lainnya, yaitu akal atau pikiran dan hati. Namun dengan akal dan hatinya itu, manusia menjadi sangat mudah berubah-ubah pada setiap saat. Keimanannya misalnya, selalu bertambah dan berkurang.
Berangkat dari kenyataan tersebut, maka pendidikan akhlak tidak mengenal batasan waktu, dalam arti harus dilakukan secara terus menerus. Oleh karena itu, dalam memempelajari al Qur'an dan hadits nabi, maka seharusnya tidak mengenal berapa jam dalam setiap minggunya, berapa lama pada setiap semesternya, dan juga berapa semester harus dijalani. Mempelajari al Qur'an dan hadits harus dilakukan sepanjang hayat. Mempelajari al Qur'an hanya dalam waktu tertentu maka tidak akan mencukupi, apalagi diharapkan membuahkan akhlak mulia secara istiqomah
Mempelajari al Qur'an dan hadits nabi sebagai sumber akhlak tidak mungkin hanya dilakukan dalam waktu terbatas. Oleh karena itu, tatkala mempelajarinya di sekolah, yang dipentingkan adalah menumbuhkan kecintaan kepada al Qur'an dan hadits nabi itu. Atas dasar pemahaman seperti itu, maka tidak perlu dibuatkan target, misalnya, pada waktu tertentu harus selesai dibaca semuanya. Yang dipentingkan adalah tumbuh kecintaan terhadap kitab suci dan sejarah kehidupan nabi itu.
Kecintaan terhadap al Qur'an dan hadits nabi akan menjadi bekal bagi para siswa untuk menjadikannya sebagai pedoman hidup. Target pendidikan akhlak di sekolah adalah para siswa menjadi dekat dengan kitab suci al Qur'an, dalam arti mau membacanya, dan dalam jangka panjang dapat memahami, menghayati, dan akhirnya al Qur'an dan hadits nabi dijadikan sebagai pedoman hidupnya sehari-hari. Lewat cara itu, maka akhlak mulia menjadi terjaga. Dan akhirnya, kurikulum pendidikan akhlak sebenarnya adalah al Qur'an dan hadits nabi itu sendiri. Wallahu a'lam.