Kisah Tukang Bangunan Mengantarkan Anaknya Sukses
Prof. Dr. H. Mudjia Rahardjo, M. Si Senin, 27 April 2015 . in Rektor . 12199 views

Setiap orangtua, apapun status sosial dan profesinya, selalu ingin anaknya sukses dalam kehidupan. Banyak orangtua melakukan berbagai upaya untuk menggapai kesuksesan anaknya.  Terkait itu, ada kisah menarik yang bisa dijadikan tauladan.   Seorang tukang bangunan di kampung tempat saya tinggal dengan susah payah menyekolahkan anaknya hingga perguruan tinggi dengan mengambil program studi teknik sipil. Orangtua itu  berharap kelak anaknya bisa hidup sejahtera, tidak seperti dia yang bekerja bermodal otot dan bermandikan keringat dengan upah harian tidak seberapa. Kebetulan anaknya memiliki prestasi akademik baik sejak pendidikan dasar. Para gurunya juga mendorong agar dia dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi (kuliah), entah bagaimana caranya karena prestasi akademik di SMA baik. Sayang jika sekolahnya tidak diteruskan.

 

Semula kedua orangtuanya ragu dari mana biaya kuliah anaknya. Sang ayah terpaksa menjual sepeda motor, barang berharga satu-satunya milik keluarga dan ganti sepeda biasa sebagai sarana transportasi sehari-hari. Setelah akhirnya benar-benar bisa kuliah di salah perguruan tinggi ternama di negeri ini, tanpa menyia-nyiakan waktu anak itu belajar dengan tekun dan akhirnya lulus tepat waktu dengan menggondol gelar Sarjana Teknik (ST).

Dia sadar betul bahwa orangtuanya sebenarnya tidak mampu menyekolahkannya  hingga perguruan tinggi, apalagi hingga mencapai gelar sarjana. Karena itu, dia belajar dengan sungguh-sungguh dengan semangat yang membaja. Dia juga sadar bahwa dia satu-satunya harapan dan kelak akan menjadi tulang punggung keluarga. Karena itu, dia harus bekerja keras dan tidak boleh gagal. Di samping dia belajar dengan sungguh-sungguh, sang ayah juga tak henti-hentinya berdoa untuk kesuksesan sang anak. Klop sudah, anak belajar dengan sungguh-sungguh, orangtua ikhtiar lewat doa. Perpaduan doa dan ikhtiar, ikhtiar dan doa benar-benar mengantarkan keberhasilannya.

Allah ternyata mengabulkan hajat keluarga itu. Beberapa hari setelah lulus, dia melamar ke beberapa perusahaan swasta. Hebatnya, hampir semua menerimanya sebagai karyawan, hingga membuatnya bingung memilih yang mana. Akhirnya, dia memilih sebuah perusahaan besar di bidang konstruksi, yang menurutnya memberi gaji paling tinggi dibanding yang lain. Berita dia diterima di sebuah perusahaan besar segera menyebar ke para tetangga dan sanak saudara. Rasa bahagia dan haru menyelimuti keluarga miskin itu.

Harapan perubahan hidup mulai terpancar di mata sang ayah dan ibunya. Air mata syukur tidak henti-hentinya menetes di wajah kedua orangtuanya yang tinggal di rumah sangat sederhana itu. Sebab, memang tidak mudah seseorang bisa diterima bekerja di perusahaan besar itu, apalagi dengan gaji yang cukup tinggi untuk ukuran seorang bujangan. Wajar, jika keluarga itu sangat bersyukur atas karunia Allah.

Segera para tetangga menyebut Cak Min (sebut saja begitu) sebagai orangtua berhasil mengantarkan anaknya menuju sukses. Para tetangganya memberi ucapan selamat atas kesuksesannya. Tetapi apa sebenarnya kiat Cak Min bisa mengantarkan anaknya menjadi sarjana dan akhirnya bisa bekerja di sebuah perusahaan besar dengan penghasilan tinggi. Semua penasaran dengan Cak Min. Tak kuasa menahan pertanyaan sanak saudara dan kerabatnya yang ingin menirunya, Cak Min akhirnya membuka rahasia apa yang dia lakukan sehingga anaknya sukses.

Menurut Cak Min, anaknya dikirim ke sekolah dengan niat suci agar kelak menjadi orang baik, berpengetahuan tinggi dan kelak hidupnya  bermanfaat bagi orang banyak. Kendati hidup kekurangan, Cak Min sadar bahwa pendidikan merupakan satu-satunya alat pemutus mata rantai kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan.  Cak Min tentu ingin agar anaknya tidak mengikuti jejaknya sebagai tukang bangunan. Dia merasakan betapa beratnya bekerja sebagai tukang bangunan dengan penghasilan tidak seberapa. Karena itu, dia berupaya keras agar anaknya sukses bisa mengenyam pendidikan tinggi.

Yang kedua, Cak Min tidak pernah memberikan beaya studi anaknya dari uang yang tidak hahal. Cak Min paham bahwa uang yang tidak halal untuk membeayai pendidikan anaknya tidak akan membawa barokah, walau kelak anaknya menjadi sarjana. Mengirimkan anaknya untuk mengenyam pendidikan dengan niat suci tentu akan sia-sia jika sarana untuk mencapai itu tidak halal.

Ketiga, Cak Min rajin mendoakan anaknya lewat sholat malam yang secara rutin dia lakukan. Kendati sangat capek karena seharian bekerja, Cak Min hampir tidak pernah meninggalkan sholat malam. Cak Min memanfaatkan saat-saat mustajabah di waktu malam untuk memohon kepada Allah demi keberhasilan putranya.

Penjelasan Cak Min membuat sanak saudara, kerabatnya dan tetangganya terbelalak. Sebab, selama ini Cak Min itu tidak pernah bercerita kepada siapapun tentang apa yang dia lakukan.  Memang Cak Min dikenal sebagai pribadi yang alim. Kendati bekerja sebagai tukang bangunan, Cak Min selalu mencari waktu untuk bisa menunaikan sholat wajib tepat waktu. Itu hebatnya. Dan, menurutnya, di akhir sholat dia tidak pernah lupa menyelipkan doa untuk anaknya.

Niat yang suci dan tulus, biaya pendidikan yang halal, dan doa orangtua ternyata menjadi kunci keberhasilan anak Cak Min. Kiat sukses Cak Min bisa dijadikan pelajaran berharga. Cak Min memang hanya seorang tukang bangunan. Tetapi kiat hidupnya untuk menjadikan anaknya sukses bisa menjadi pelajaran berharga bagi siapa saja, termasuk para pembaca tulisan ini. Semoga bermanfaat!

________________

Malang, 26 April 2015

(Author)


Berita Terkait


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
Jalan Gajayana No. 50 Malang 65144
Telp: +62-341 551-354 | Email : info@uin-malang.ac.id

facebook twitter instagram youtube
keyboard_arrow_up