“Yang terdekat ialah kematian
Yang terjauh ialah masa lalu
Yang tersulit ialah memegang amanah
Yang termudah ialah meninggalkan sholat”
Siang itu jam sudah menunjukkan pukul 12. 10 WIB. Dalam perjalanan pulang dari sebuah acara di Jember bersama tiga rekan, saya mampir ke sebuah masjid berukuran sedang untuk menunaikan ibadah sholat dhuhur, sekalian untuk istirahat sejenak. Kendati tidak besar, masjid itu tampak bersih dengan dinding bercat putih. Bersama kami, ada juga beberapa orang musafir yang juga akan menunaikan sholat dhuhur. Akhirnya kami menunaikan sholat dhuhur berjamaah dengan musafir yang lain. Karena akan menempuh perjalanan panjang, sholat itu kami jamak qoshor (dhuhur dan ashar). Salah satu di antara kami bertindak sebagai imam, yang selain seorang dosen juga kebetulan seorang ustad.
Secara geografis masjid itu berada di wilayah Kabupaten Lumajang. Ketika akan menuju tempat mengambil air wudhu, saya sejenak terperanjat dengan empat kalimat indah yang terpampang di dinding. Tampaknya kalimat itu sengaja dipajang di dinding menuju kamar mandi oleh petugas takmir agar siapapun yang akan ke kamar mandi membacanya. Kalimat-kalimat itu saya perhatikan dengan baik dan saya resapi isinya. Bagi saya, isinya sangat dalam. Karena itu, saya mencari secarik kertas dan menulis di atasnya.
Sebagaimana tertulis di bawah judul di atas, kalimat pertama berbunyi “Yang terdekat ialah mati”. Kematian itu pasti adanya dan merupakan muara dari kehidupan ini. Kematian tidak mengenal usia, jenis kelamin, status sosial seseorang. Semuanya pasti akan mati. Hidup manusia merupakan rentangan antara kelahiran dan kematian. Rentangan itu disebut umur. Ada yang pendek, bahkan sangat pendek. Misalnya, meninggal setelah kelahiran, ada yang panjang , dan bahkan sangat panjang. Dalam perguliran waktu, hidup manusia sejatinya tidak bertambah, tetapi justru berkurang mulai hitungan detik, menit, jam, hari, minggu, bulan, dan tahun.
Dalam rentangan itu ada yang mengisinya dengan senantiasa berbuat kebajikan sehingga umurnya bermanfaat, tetapi tidak sedikit orang yang mengisi hidupnya dengan aktivitas hura-hura yang tidak bermanfaat, yang demikian oleh Allah disebut sebagai orang-orang merugi. Karena itu, betul sekali kalimat hikmah itu bahwa yang dekat dengan kita ialah kematian. Sayang, tidak semua manusia menyadarinya bahwa kematian itu selalu mendekat kepada kita secara perlahan tetapi pasti .
Kalimat kedua berbunyi “Yang Terjauh ialah Masa Lalu”. Waktu adalah nafas kita yang tidak akan pernah kembali. Begitu pentingnya waktu sampai-sampai Allah bersumpah bagi orang yang tidak memanfaatkan waktu dengan beramal sholeh tergolong orang-orang merugi. Karena itu, bagi orang beriman tak sedikitpun waktu yang berlalu dengan sia-sia, kecuali untuk beramal sholeh. Seiring dengan bergulirnya waktu (detik, menit, jam, hari, bulan dan tahun), maka yang lewat selalu semakin menjauh dan tidak akan pernah kembali dan bertemu kita. Dengan demikian, berkata “andai kita dulu, umpama dulu, jika dulu.., dan sebagainya” tidak ada maknanya, karena masa lalu tidak pernah mengenal pengandaian. Namun demikian, merenungi perjalanan hidup yang telah lewat tetap penting untuk mengambil pelajaran agar tidak tergelincir kedua kali. Sebab, sejarah biasanya berulang kendati dalam bentuk dan wajah yang berbeda.
Kalimat ketiga menyangkut amanah. Secara sederhana amanah ialah kepercayaan (trust) yang diterima seseorang karena kelebihan-kelebihan yang dimiliki. Orang yang amanah berarti mampu menjalankan perintah dari orang-orang yang memberi kepercayaan dan tidak menyalahgunakan. Dalam pandangan Islam, amanah memperoleh penekanan sangat khusus, hingga Rasulullah mengingatkan dalam salah satu sabdanya bahwa tiada beriman orang yang tidak menunaikan amanah dengan baik. Mengaca pada kehidupan masyarakat kita saat ini, betapa banyak ditemukan orang yang diberi amanah ternyata tidak menjalankan amanah itu dengan baik. Misalnya, betapa banyak pejabat yang ternyata terbukti menyalahgunakan wewenang dan kekuasaannya, melakukan korupsi, memanipulasi informasi dan bentuk-bentuk penyelewengan lainnya.
Kalimat terakhir mengenai sholat. Dalam Islam, sholat menempati posisi sangat mulia dan merupakan tiang agama islam. Dengan menjalankan sholat, seseorang berarti memperkokoh agama. Sebaliknya, dengan tidak sholat tanpa disadari seseorang telah meruntuhkan agama. Sebab, Islam didirikan di atas lima sendi, yang salah satunya ialah sholat. Sholat adalah amalan yang pertama kali akan dihisap di hari kiamat nanti. Bahkan baik buruknya amalan seseorang tergantung baik buruknya ibadah sholatnya.
Lebih dari itu, sholat merupakan pembeda seseorang itu muslim atau bukan. Demikian pentingnya sholat hingga tidak ada kompromi bagi seseorang untuk meninggalkan sholat. Sholat wajib dilakukan oleh setiap muslim tanpa terkecuali, apakah dia seorang rakyat jelata, pegawai negeri, pegawai swasta, orang miskin, orang kaya, aparatur negara biasa hingga presiden. Tidak seperti ibadah lain yang bisa ditunda dan diwakilkan, sholat dilakukan pada waktunya dan dilakukan sendiri, alias tidak bisa diwakilkan. Dalam situasi apapun dan di manapun sholat wajib ditunaikan, kendati harus duduk dan berbaring jika tidak bisa berdiri.
Kendati begitu penting dan mulianya kedudukan sholat, kita menyaksikan banyak orang yang mengaku sebagai muslim tetapi tidak sholat. Ada yang menjalankan sholat, tetapi tidak utuh lima kali sehari, alias bolong-bolong. Kalaupun sudah menjalankan sholat, banyak yang belum sepenuhnya memahami makna semua gerakan dan arti yang dibaca. Sholat merupakan media komunikasi manusia dengan Allah. Lewat sholat, seseorang akan mengingat Allah. Sebaliknya, dengan tidak sholat berarti seseorang tidak ingat sang Penciptanya sendiri. Karena itu, wajar jika Allah memberi ancaman yang begitu dahsyat kepada orang yang tidak menjalankan sholat. Sebaliknya, Allah berjanji memberikan pahala secara khusus kepada orang yang menunaikan sholat sesuai dengan tuntunan Rasulullah dan khusuk.
Wal hasil, keempat kalimat hikmah itu telah mengingatkan saya tentang kematian yang pasti tiba dan semakin dekat seiring bergulirnya waktu, entah kapan karena merupakan rahasia Allah dan karenanya harus banyak beramal sholeh sehingga siap jika sewaktu-waktu dipanggil Allah. Berikutnya tentang masa lalu yang tidak pernah kembali, sehingga berandai-andai tentang sesuatu di masa lalu adalah sia-sia belaka, dan amanah yang tidak boleh diabaikan, serta sholat yang menempati posisi begitu mulia.
Akhirnya, saya harus berterima kasih kepada orang yang telah menempelkan empat kalimat hikmah itu. Mungkin dia tidak mengira bahwa tindakannya sangat bermakna, setidaknya bagi saya dan mungkin juga jamaah lain yang sempat berkunjung ke masjid itu. Namun, yang pasti yang dia lakukan adalah amal sholeh yang pahalanya insya Allah terus mengalir sepanjang tulisan itu masih terpampang di dinding masjid itu dan selama ada yang membacanya. Tetapi siapa tahu dia adalah orang yang sempat membaca tulisan ini. Semoga tulisan pendek ini bermanfaat! Amin 3x ya robbal alamiin.
________________
Jakart a, 21 Mei 2015