Singapura itu Dulu Negeri Ludah
Prof. Dr. H. Mudjia Rahardjo, M. Si Minggu, 17 Mei 2015 . in Rektor . 3708 views

Pada 1 hingga 3 April 2015 saya berada di Singapura untuk mengunjungi sebuah lembaga pendidikan Islam, namanya Al Irsyad. Saya berangkat bersama dengan teman-teman dari Pascasarjana  UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. Kunjungan ini terkait dengan kerjasama antara Pascasarjana UIN Maliki Malang dengan salah satu lembaga pendidikan Islam di negara pulau itu. Misi kunjungan kami kali ini adalah untuk melanjutkan kerjasama yang sudah dijalin sejak 2011. Buah dari kerjasama itu ialah kesepakatan di antara kedua belah pihak untuk saling memanfaatkan potensi yang dimiliki. Beberapa kali para dosen bahasa Arab UIN Malang memberi pelatihan kepada para guru agama dan bahasa Arab di Singapura.

 

Secara lebih spesifik kerjasama difokuskan pada pemberdayaan guru-guru agama Islam dan guru bahasa Arab. Tidak hanya itu, sebagian dari guru-guru agama itu bahkan telah mengambil program magister Pendidikan Bahasa Arab di Pascasarjana UIN Maulana Malik Ibrahim Malang dan sebagaian di antara mereka sudah lulus. Bahkan, sebagian berencana melanjutkan studi S3 di Pascasarjana UIN Maliki Malang. Di mata guru-guru agama Islam dan bahasa Arab di Singapura, nama UIN Malang sangat mereka kenal. Mereka, baik yang masih studi maupun yang sudah lulus, merasa bangga bisa kuliah di Pascasarjana UIN Maliki Malang. Selain memperoleh ilmu, khususnya dalam bidang metodologi pembelajaran bahasa Arab, mereka merasa memperoleh pelayanan  yang baik selama kuliah.

Saya sudah beberapa kali berkunjung ke  negara Lee Kuan Yew itu. Kesan positip saya tentang negara itu tidak berubah. Selain sangat maju, Singapura dikenal dengan kebersihan, etos kerja warganya sangat tinggi, hampir semua fasilitas umum bersih dan terasa nyaman. Warga Singapura juga dikenal sangat taat hukum. Di bidang ekonomi, saat ini Singapura menempati posisi paling tinggi di Asia Tenggara dan menjadi pusat keuangan terdepan keempat di dunia. Bahkan Bank Singapura merupakan salah satu bank terpercaya di dunia. Indeks kualitas hidup warganya juga tinggi, menempati ranking pertama di Asia. Karena itu, wajar jika Singapura kini menjadi salah satu pemain penting dalam percaturan ekonomi dunia.

Orang tentu bertanya-tanya bagaimana negara kecil seperti Singapura yang tidak memiliki sumber alam sama sekali bisa menjadi sangat maju, rakyatnya sejahtera dan menghentak dunia dengan prestasi seperti itu. Apa semua itu terjadi tiba-tiba? Jawabnya tidak. Saya pernah membaca sebuah buku, tetapi saya lupa judul dan siapa  penulisnya. Yang saya ingat dari yang saya baca di buku itu ialah bahwa dulu orang mengenal Singapura sebagai negara ludah. Maksudnya, warganya suka meludah di sembarang tempat. Mereka sama sekali tidak sadar bahwa ludah mengandung virus penyakit dan bisa menyebar ke orang lain.

Meludah tidak bisa dihindari dan dengan meludah, orang mengeluarkan air liur, sehingga pernafasan menjadi lebih lancar. Tetapi meludah terlalu sering dan, apalagi di sembarang tempat, sangat tidak baik. Dari sisi etika, meludah semacam itu dianggap tidak sopan.

Ketika Lee Kuan Yew mulai memimpin Singapura pada 1965, kebiasaan buruk warganya menjadi salah satu perhatiannya. Dia menyadarkan warganya tentang kebersihan dan mengajak menghilangkan kebiasaan buruk, yakni meludah. Dengan kepiawiannya, Lew Kuan Yew berhasil mengajak rakyatnya dan menjadikan Singapura sebagai salah satu negara paling bersih di dunia.

Sebagaimana diketahui dalam sejarahnya dulu Singapura merupakan bagian dari wilayah Malaysia. Tetapi karena secara etnik dan agama sangat berbeda dengan warga kebanyakan di Malaysia, Singapura yang dulu bernama Temasek itu diberi kesempatan memisahkan diri dan membentuk pemerintahan sendiri. Pada 9 Agustus 1965 Singapura melepaskan diri menjadi negara merdeka dengan Lee Kuan Yew sebagai perdana menterinya.

Sebagaimana lazimnya negara-negara yang baru merdeka, Singapura juga terbelit berbagai persoalan, seperti ekonomi, sarana dan prasarana umum, tingkat pendidikan, rasa kurang percaya diri warganya. Persoalan itu dia hadapi dengan kerja keras dan seolah tidak mengenal lelah. Lee Kuan Yew mengajak rakyatnya untuk tidak berlama-lama hidup dalam keterpurukan. Dia bangkit dan melesat. Hasilnya kini Singapura menjadi salah satu negara modern dengan kualitas hidup rakyatnya terbaik di Asia. Cadangan devisa negara terbesar kesembilan di dunia.

Kini rakyat Singapura telah menikmati hasil kerja keras mereka bersama pemimpinnya. Kebiasaan jelek itu dulu itu (meludah) di sembarang tempat sudah tidak ada lagi. Singapura menjadi salah satu negara terbersih di dunia, sehingga siapapun yang berkunjung ke sana akan menikmatinya. Tidak hanya bersih, Singapura  juga  hidup, kedisiplinan, dan kerja keras. Bahkan, orang meludah di sembarang tempat kena denda sebesar Rp. 79 juta. Kerja keras,  disiplin, taat hukum, dan sikap optimis telah terbukti menjadi kunci sukses Singapura menjadi negara makmur dan disegani oleh masyarakat internasional. Tidak pernah ada negara maju yang rakyatnya tidak kerja keras. Beberapa negara maju yang pernah saya kunjungi membuktikan hal itu. Karena itu, tidak ada salahnya kita meniru Singapura, dan untuk itu tidak perlu merasa malu !.

__________

Malang, 8 Mei 2015

(Author)


Berita Terkait


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
Jalan Gajayana No. 50 Malang 65144
Telp: +62-341 551-354 | Email : info@uin-malang.ac.id

facebook twitter instagram youtube
keyboard_arrow_up