Pada tanggal 3-4 September 2015, saya berada di India bersama dua orang kawan dari Kantor Kerjasama Internasional. Kedatangan kami untuk menghadiri undangan Atase Pendidikan, Kantor Kedutaan Besar Republik Indonesia di India dalam rangka Konferensi Internasional yang membahas tentang upaya peningkatan kerjasama bilateral antara India dan Indonesia melalui pendidikan. Konferensi dua hari itu diselenggarakan di Covention Hall, Jawaharlal Nehru University. Masyarakat India menyebutnya JNU. Lengkapnya konferensi berjudul “Look East and Look Indonesia. India-Indonesia: Potential Areas and Issues in Bilateral Relations & Strengthening India-Indonesia Cultural Bridge through Education and Social Development”, yang merupakan agenda tahunan antara KBRI dan pemerintah India.
Kesempatan ini kami gunakan juga untuk membangun kerjasama dengan beberapa Universitas di India diawali dengan penandatanganan Naskah Kerjasama (MoU). JNU sendiri berada di tengah-tengah kota New Delhi dengan area lahan mencapai 250 hektar yang ditanami berbagai pepohonan rindang. Ibaratnya JNU merupakan universitas di tengah-tengah hutan. Ketika memperoleh penjelasan dari salah seorang pejabat Kantor Kerjasama Internasional tentang jumlah mahasiswa, saya sangat terkejut. Pasalnya, Universitas seluas itu hanya memiliki mahasiswa sejumlah 6. 500 saja yang semuanya adalah mahasiswa pascasarjana S2 dan S3 sebagai mahasiswa peneliti (research students). JNU tidak memiliki mahasiswa S1, kecuali hanya yang mengambil jurusan bahasa. Hebatnya semua bahasa-bahasa besar dunia diajarkan di kampus ini, seperti bahasa Inggris, Perancis, Mandarin, Russia, Jepang, Jerman, Persia, Urdu, dan lain-lain. Bahasa Indonesia pun diajarkan, tetapi masih terbatas sebagai program bahasa Indonesia, bagian dari kajian Indonesia. Saya berkesimpulan inilah yang disebut sebagai research university yang sebenarnya. Setahu saya di Indonesia belum ada perguruan tinggi seperti JNU ini. Karena itu, wajar jika secara akademik JNU sangat kokoh, karena tradisi penelitian sudah sangat kuat.
Kendati JNU merupakan salah satu perguruan terbaik di India dan masuk dalam jajaran Universitas top dunia, secara fisik bangunannya sangat sederhana, jauh dari kampus-kampus di Indonesia. Rupanya orang India tidak begitu peduli dengan sarana dan prasarana fisik yang tersedia, tetapi lebih pada substansinya. Termasuk konferensi internasional yang saya hadiri pun berlangsung dengan sangat sederhana. Para profesor yang menyajikan makalah juga jauh dari kesan perlente. Umumnya mereka berpakaian sangat sederhana. Kantor-kantor para pejabat Universitas juga sangat sederhana. Beberapa hal yang patut kita tiru.
Di hari pertama konferensi, saya mengikuti dengan cermat presentasi makalah para penyaji. Ternyata banyak pakar dari India sangat memahami Indonesia, mulai dari bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, filsafat bangsa, agama, hingga ceritera-ceritera lisan (folklore), dan peninggalan-peninggalan sejarah, terutama peninggalan kerajaan-kerajaan Hindu. Saya sangat terkejut karena pemahaman mereka tentang Indonesia melebihi saya yang asli orang Indonesia. Maklum, mereka sehari-hari memang melakukan kajian sangat mendalam tentang Indonesia. Bahkan ada salah seorang penyaji yang memaparkan kebijakan pemerintahan Jokowi di bidang kemaritiman dengan sangat detail.
Bagi saya, kunjungan ke India ini merupakan yang pertama kali. Karena itu, tanpa menyia-nyiakan waktu kesempatan ini saya manfaatkan untuk menggali India secara lebih dalam, baik dari sisi politik, budaya, ekonomi, agama, hingga pendidikan, terutama pendidikan tinggi. Untuk itu, saya melakukan dialog dengan Duta Besar RI dan beberapa staf yang mendampingi kami selama kunjungan, para pakar yang hadir di konferensi, mahasiswa Indonesia yang kuliah di India, bahkan sopir taksi yang antar jemput kami.
Menyadari jumlah penduduk demikian besar sebagai salah satu kekuatannya, beberapa tahun terakhir India bangkit dan bekerja keras untuk menjadi salah atu kekuatan dunia. Pemerintah berhasil menggalang berbagai sumber kekuatan dan hasilnya adalah dalam bidang ekonomi bisa tumbuh hingga mencapai 9% beberapa tahun lalu. Jumlah masyarakat kelas menengah tumbuh pesat, dan orang kaya baru pun bertambah besar. Melihat pertumbuhan ekonomi India yang demikian pesat, masyarakat dunia terbelalak dan menyebut India sebagai “new emerging economic force” yang mampu menggeser Jepang. Bahkan diprediksi, jika konsisten India akan mampu menggeser Cina dalam waktu tidak terlalu lama.
Dalam bidang teknologi, prestasi India juga mencengangkan karena telah berhasil mengembangkan teknologi nuklir yang mampu menandingi kemajuan teknologi negara-negara Barat. Kendati diprotes warganya karena mengembangkan teknologi nuklir, pemerintah India tidak sedikitpun surut semangatnya dengan berbagai alasan. Salah satunya adalah demi keamanan negara yang rentan terhadap serangan negara-negara tetangganya seperti Pakistan dan Cina, sekaligus sebagai penyeimbang stabilitas kawasan Asia Selatan.
Di hari pertama sebelum konferensi, saya manfaatkan mengunjungi Taj Mahal, salah satu bangunan bersejarah yang merupakan salah satu dari tujuh keajaiban dunia. Kami mengelilinginya hampir dua jam, diakhiri dengan menunaikan sholat dhuhur yang ada di masjid di sebelah kiri bangunan. Siapapun yang mengunjungi Taj Mahal akan memperoleh kesan bahwa peninggalan bersejarah itu menggambarkan betapa tingginya peradaban penggagasnya. Bangunan yang dibuat awal abad ke 17 itu dirancang tanpa aliran listrik dan AC di dalamnya. Tetapi begitu masuk di dalam gedung, kita akan terasa dingin dan tidak gelap. Tidak hanya itu. Bagi para arsitek, Taj Mahal juga mengagumkan, karena dibangun dengan pertimbangan arsitektur yang sangat maju. Selain keagungan struktur bangunan yang kokoh hingga hari ini walu sudah berusia lebih dari 4 abad, Taj Mahal juga melambangkan cinta sejati seorang manusia (raja) terhadap istrinya. Untuk mengungkapkan rasa cinta terhadap istrinya, Sang Raja rela menghabiskan uang berapapun jumlahnya, hingga negaranya bangkrut, untuk mewujudkan cita-citanya itu. Kendati Sang Raja harus mengakhiri hidupnya dengan tragis, karena ditahan oleh sang putra mahkotanya sendiri bersama rakyatnya karena diangap telah menghabiskan uang negara, peninggalannya telah menjadi simbol kemajuan peradaban, khususnya peradaban Islam di masanya.
India memang sedang tumbuh untuk menjadi negara raksasa, tetapi saya masih menyaksikan orang miskin yang menjadi pengemis masih berkeliaran di sudut-sudut jalan utama, sebagaimana kita temukan di hampir semua negara berkembang, termasuk Indonesia. Selain itu, kesan kotor dan kumuh masih sangat tampak di banyak tempat. Dengan menganut kepercayaan agama Hindu, orang India sangat memulaikan sapi sebagai binatang yang sangat mereka hormati. Menurut kepercayaan mereka, sapi memberi kehidupan. Karena itu, jangan heran jika sapi ditempatkan di depan rumah-rumah penduduk sebagai bentuk penghormatan. Tentu saja kotorannya menyebar ke mana-mana. Tetapi saya melihat orang India sama sekali tidak terganggu dengan aroma kotoran sapi. Singkatnya, sapi telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan orang India.
Lepas dari kelebihan dan kekurangannya, India telah menarik perhatian sebagian besar penduduk dunia. Saya pun bersyukur telah melihat India dengan aneka ragam budaya masyarakatnya secara lebih dekat. Dari kunjungan ini, impian saya yang sudah lama terpendam kini terwujud, yakni dapat mengunjungi salah satu tempat di mana peradaban besar dimulai. Kata para ahli sejarah, peradaban dunia dimulai di tiga tempat, yakni Cina, India, dan Mesopotamia. Sayang jika dalam hidup ini kita belum pernah menginjakkan kaki di mana peradaban besar dunia tersebut itu dimulai.
____________
New Delhi, India, 4 September 2015