Tatkala Rasa Malu Telah Hilang
Prof. Dr. H. Imam Suprayogo Minggu, 18 Oktober 2015 . in Dosen . 23549 views

Betapa pentingnya setiap orang selalu memiliki rasa malu. Orang yang tidak memiliki rasa malu akan berbuat sekehendak hatinya. Rasa malu selalu menjadi kekuatan pada diri seseorang untuk menseleksi apakah perbuatan pantas dilakukan atau tidak. Manakala seseorang tidak memiliki rasa malu, maka perilakunya tidak terseleksi, sehingga apa saja yang diinginkan atau dikehendaki akan dijalankannya.

Dalam menjalani kehidupan seseorang biasanya mendasarkan pada nilai-nilai yang bersumber dari adat istiadat yang berlaku di masyarakat, sopan santun, aturan, dan juga agama yang dipeluknya. Seseorang, oleh karena tidak memiliki rasa malu, maka nilai-nilai dimaksud selalu diabaikan. Ia melakukan apa saja sesuai dengan yang dikehendaki atau diinginkan. Perilakunya tidak berstandar kecuali hanya mengikuti keinginan, kebutuhan, dan apa saja yang menyenangkan terhadap dirinya sendiri.

Sedemikian penting rasa malu seharusnya dimiliki oleh setiap orang, sehingga dalam ajaran Islam, rasa malu dikaitkan dengan keimanan. Salah satu pertanda bahwa seseorang beriman adalah menyandang rasa malu. Artinya, seseorang yang pada dirinya tidak memiliki rasa malu maka tidak disebut sempurna imannya. Rasa malu dalam Islam dijadikan standar atau indikator untuk melihat seseorang itu beriman atau tidak.

Setiap orang berpotensi kehilangan rasa malu. Siapapun, tidak mengenal tingkat pendidikannya, jabatannya, kekayaannya, umurnya, dan seterusnya, sebenarnya memiliki kemungkinan kehilangan rasa malu. Padahal tatkala rasa malu sudah tidak ada pada diri seseorang, maka apa saja yang dikehendaki dan diinginkan akan dilakukan. Dengan melakukan perbuatan dimaksudkan, bagi yang bersangkutan, akan memperoleh kesenangan, kebahagiaan, atau kepuasan. Akan tetapi bagi orang lain yang melihatnya akan memberikan penilaian atau merespon secara berbeda-beda.

Orang yang masih peka terhadap nilai-nilai yang dijunjung tinggi, maka tatkala melihat perilaku orang yang telah kehilangan rasa malu akan merasa prihatin, sebal, dan sejenisnya. Mereka itu berpandangan bahwa manusia harus selektif dalam menampakkan perilakunya, menyesuaikan dengan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh masyarakat lingkungannya, baik yang bersumber dari adat istiadat, sopan santun, aturan yang berlaku, dan bahkan nilai agama yang dipeluknya. Sudah barang tentu, respon tersebut akan berbeda dari orang yang sudah tidak memiliki rasa malu lagi.

Banyak contoh perilaku orang yang sudah kehilangan rasa malu, baik di bidang politik, birokrasi pemerintahan, keluarga, orang tua, dan bahkan tidak terkecuali di dunia pendidikan, dan lain-lain. Di bidang politik misalnya, oleh karena tidak memiliki rasa malu, maka seseorang dengan berbagai cara melakukan apa saja yang sebenarnya tidak patut, agar berhasil memperoleh dan mempertahankan kekuasaannya. Untuk memperoleh jabatan tertentu misalnya, seseorang melakukan sogok menyogok atau suap menyuap sehingga berakibat kehidupan politik menjadi kacau dan lagi pula pejabat yang terpilih tidak berwibawa.

Demikian pula dalam birokrasi pemerintahan. Pejabat pemerintah yang seharusnya menjadi pelayan masyarakat, lagi-lagi oleh karena sudah kehilangan rasa malu, maka perilakunya justru berbalik yaitu ingin dilayani. Mereka dengan seenaknya sendiri menuntut berbagai fasilitas dari pemerintah, sekalipun kualitas kerja dan pengabdiannya tidak jelas. Selain itu, oleh karena sudah kehilangan rasa malu, kehidupannya sehari-hari melampaui batas kewajaran pejabat birokrasi pemerintah. Menampakkan kehidupan yang berlebihan itu, mereka tidak malu, bahkan justru berbangga.

Di bidang pendidikan sekalipun, ternyata juga terdapat orang-orang yang kehilangan rasa malu. Lembaga pendidikan yang seharusnya bisa dijadikan contoh dalam mengimplementasikan nilai-nilai luhur dan mulia, selalu menjunjung tinggi etika, kejujuran, keadilan, kebersamaan, dan seterusnya, tetapi oleh karena sudah tidak memiliki rasa malu, maka amanah itu dijalankan secara sembarangan. Bahkan, oleh karena sudah tidak memiliki rasa malu lagi, ternyata lembaga pendidikan dijadikan wahana untuk memperoleh kekayaan, kehormatan, dan kekuasaan. Akibatnya, nilai-nilai pendidikan menjadi hilang sekalipun di lembaga pendidikan. Wallahu a'lam

(Author)


Berita Terkait


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
Jalan Gajayana No. 50 Malang 65144
Telp: +62-341 551-354 | Email : info@uin-malang.ac.id

facebook twitter instagram youtube
keyboard_arrow_up