Rabu, 16 September 2015 saya menuju Saudi Arabia menghadiri undangan Robithoh Alam Islami, Liga Muslim Dunia, yang bermarkas di Makkah, Saudi Arabia. Kehadiran saya untuk mengikuti konferensi tentang haji yang memang setiap tahun dilaksanakan menjelang pelaksanaan ibadah haji. Untuk persiapan keberangkatan itu, sehari sebelumnya, Selasa, 15 September 2015 saya sudah berada di Jakarta mengikuti pertemuan yang diadakan oleh Kemenag RI di sebuah hotel di mana saya biasa menginap. Tetapi sampai Senin, 14 September 2015 dokumen menyangkut kepergian saya, yaitu visa dan tiket, belum saya peroleh, sehingga saya agak ragu bisa pergi atau tidak. Karena itu, saya tidak berani pamit ke sanak keluarga atau teman. Saya hanya pamit ke beberapa kawan dekat. Itu pun menggunakan kalimat pengandaian “Jika Allah mengizinkan, tgl 16 September 2015, saya berangkat ke Saudi memenuhi undangan Robithoh, tentu saja terus melaksanakan ibadah haji”. Kalimat pengandaian seperti itu harus saya gunakan untuk berjaga-jaga andai tidak jadi berangkat. Sebab, pengalaman saya dua tahun lalu, salah seorang kawan, gagal berangkat walau sudah dapat undangan karena visa tidak bisa keluar. Saya tidak tahu apa sebabnya visa tidak bisa keluar. Tentu dia sangat kecewa. Sebab, menunaikan ibadah haji sebagai rukun Islam ke lima merupakan impian setiap orang muslim. Orang sabar dan antri bertahun-tahun untuk bisa menunaikan ibadah haji. Karena itu, betapa bersyukurnya seorang muslim bisa berhaji, tak terkecuali saya.
Ketika sedang menunggu jadi tidaknya bernagkat, tiba-tiba pada Selasa malam, 15 September 2015, sekitar pukul 19.00 WIB seseorang menghubungi nomor telpon hotel tempat saya menginap dan menyampaikan bahwa dia petugas dari Biro Perjalanan yang mengurus visa dan tiket saya. Dengan perasaan lega, saya ucapkan terima kasih atas bantuannya. Saya pun bersyukur karena dengan visa dan tiket di tangan berarti saya pasti jadi berangkat ke Saudi. Saat itu pula beberapa kawan saya hubungi sekaligus pamit saya menuju Saudi Arabia. Berangkat dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta dengan pesawat Saudi Airline tepat pukul 10. 50 WIB tiba di bandara internasional Jeddah sekitar pukul 16.10 waktu setempat. Cuaca Saudi sangat cerah ketika kami mendarat di Bandar Udara Internasional King Abdul Aziz, Jeddah, tetapi udaranya cukup menyengat.
Sebagai tamu yang datang atas undangan Robithoh, saya dan yang lainnya memperoleh pelayanan khusus. Buktinya, begitu kami mendarat dan antri untuk urusan imigrasi, petugas sangat sigap menyambut. Tetapi anehnya, proses keimigrasian tidak mulus, karena tatkala kami antri petugas imigrasi tiba-tiba nyelonong saja meninggalkan meja tugasnya tanpa sepatah katapun diucapkan. Bagi yang sering ke Saudi, pemandangan seperti itu sudah biasa, sehingga tidak mengejutkan. Untuk mengilustrasikan sikap petugas imigrasi, istilah yang tepat ialah dengan menggunakan bahasa Jawa “sak karepe dewe” alias semaunya sendiri. Melihat sikap petugas tersebut, sambil tetap antri berdiri, kami saling pandang satu dengan yang lain sambil senyum dengan perasaan jengkel. Maklum di antara kami belum saling mengenal. Tetapi kami tetap bersabar, karena sadar sedang berhaji. Rupanya ujian kesabaran sudah dimulai begitu kami menginjakkan kaki di tanah Saudi.
Usai pemeriksaan imigrasi, kami semua dibawa panitia menuju Mekkah dengan menggunakan bus Robithoh. Perjalanan dari Jeddah ke Mekkah saat itu memakan waktu kira-kira dua setengah jam. Itu waktu yang sangat normal, karena kami merupakan rombongan haji yang hampir paling akhir. Sesampai di Mekkah, kami dibawa menuju markas Robithoh di Mina, jadi lumayan jauh dari Masjidil Haram. Kota Mekkah sudah sangat padat karena jamaah haji dari Madinah sudah hampir semua berpindah ke Mekkah untuk bersiap-siap wukuf di Arofah. Ternyata di markas itu kami tinggal hingga ritual haji berakhir. Pada saat itu, tamu yang tinggal di markas Robithoh belum begitu banyak. Tetapi hari besuknya tamu dari berbagai negara sudah mulai berdatangan. Di ruang makan, saya sempat berkenalan dengan beberapa di antara. Ternyata mereka berasal dari hampir semua negara di dunia, mulai Amerika Serikat, Australia, Inggris, Perancis, Cina, Russia, Afrika Selatan, India, Pakistan, Afganistan, negara-negara Afrika, Amerika Latin, semua negara Asean, dan lain-lain. Rupanya telah menjadi tradisi pemerintah Saudi untuk mengundang jamaah haji dari berbagai negara itu sebagai upaya membangun ukuwwah islamiyah.
Di hari pertama tinggal di Robithoh, saya tidak menyia-nyiakan waktu untuk untuk bisa segera ke masjidil Haram. Bersama beberapa kawan, kami menuju masjidil Haram untuk menunaikan sholat isya’. Begitu sampai di masjidil Haram, saya menyaksikan crane yang beberapa hari sebelumnya roboh dan mengakibatkan korban meninggal dan luka yang sangat banyak. Sambil menyaksikan crane tersebut, saya membayangkan betapa dahsyatnya peristiwa yang menimpa sebagaian jama’ah ketika alat berat itu jatuh. Crane yang roboh itu menjadi tontonan gratis para jamaah, dan saya menyaksikan beberapa jama’ah mengambil gambar crane yang roboh itu.
Di hari kedua di masjidil Haram saya saksikan lautan manusia sudah mulai memadati masjid agung itu. Pada pukul 16.00 waktu setempat jamaah sudah tidak bisa masuk ke dalam masjid saking penuhnya, sehingga mereka yang tidak bisa masuk masjid menjalankan ibadah sholat ashar di pelataran luar masjid, termasuk saya. Menyadari masjid sudah sangat penuh dan tidak m mungkinkan masuk ke dalamnya, saya pun tetap merasa bersyukur bisa menjalankan sholat berjama’ah di masjidil Haram, dengan pahala yang begitu banyak sebagaimana dijanjikan oleh Muhammad Rasulullah SAW.
Usai menjalankan ibadah sholat ashar, saya tidak segera pergi, tetapi tetap duduk di pelataran masjid hingga sholat maghrib. Di sela-sela waktu hingga sholat maghrib saya gunakan untuk merenungkan makna ibadah haji ini dengan seluruh dimensinya. Dibanding ibadah-ibadah lainnya dalam Islam, seperti sholat, puasa, zakat dan lain sebagainya, ibadah haji memang sangat khusus. Betapa tidak khusus!. Selain berbekal finansial yang cukup, lebih-lebih bagi jama’ah di luar Saudi, ibadah haji memberikan pengalaman berbeda-beda dari masing-masing jama’ah. Tidak saja masing-masing jama’ah punya pengalaman berbeda-beda, orang yang sama yang berhaji lebih dari satu kali juga mengalami pengalaman berbeda beda.
Hingga kini sudah empat kali saya menunaikan ibadah haji selain umrah. Tetapi masing-masing memberikan pengalaman berbeda-beda. Ibadah haji pertama tahun 2000 bersama istri memberikan pengalaman menarik karena saya sering bingung ketika pulang dari masjidil Haram menuju maktab, karena tidak hafal jalan. selain itu, saya dalam kondisi sakit, sehingga waktu lempar jumrah terpaksa saya mewakilkan ke teman untuk melempar jumrah atas nama saya. Selain itu, saya pernah tidak bisa keluar dari toilet karena tidak tahu jalan keluarnya. Saya baru berhasil keluar setelah mengkuti seorang jama’ah yang kebetulan ke toilet yang sama. Namun demikian, semua rukun haji dapat saya laksanakan.
Pada ibadah haji yang kedua dan ketiga, tahun 2010 atas undangan Atase Haji Saudi di Jakarta relatif lancar, selain karena dalam keadaan sehat wal afiat, saya tidak mengalami kebingungan seperti pada ibadah haji pertama. Ibadah haji yang ketiga tahun 2013 atas undangan panitia konferensi internasional tentang haji lancar semakin lancar saja, dan praktis tidak ada kendala. Begitu juga pada ibadah haji keempat atas undangan Robithoh Alam Islamy tahun 2015 ini, saya rasakan semakin menyempurnakan ibadah-ibadah haji sebelumnya. Bahkan saya rasakan ibadah haji ke empat ini sangat istimewa, karena saya hadir atas undangan Robithoh yang semua kebutuhan akomodasi dan transportasi selama berhaji ditanggung Robithoh. Bersama jama’ah lain, saya juga memperoleh undangan untuk bertemu Raja Saudi di Istana. Begitu juga ketika menuju Arofah untuk wukuf, bersama dengan yang lain saya kami diantar dengan bus resmi kerajaan sehingga sama sekali tidak ada kendala hingga mencapai tempat wukuf.
Begitu pula pada saat lempar jumrah ketika jama’ah haji lainnya antri berdesak-desakan dan berjalan kaki di tengah panas dan terik matahari Saudi, kami diantar bus Robithoh hingga depan tempat lempar jumrah. Subhanallah. Dalam hati saya berpikir apa ibadah haji saya syah atau tidak dan sambil bergurau sempat bertanya ke kawan dari Afrika Selatan. Beliau menjawab, sepanjang rukun-rukunnya telah dijalankan sesuai syariat haji, ya hajinya syah, kata kwan dari Afrika Selatan, seorang tokoh Islam yang lama bermukim di Madinah karena studi. Bahkan beliau mengajak saya untuk mensyukuri kenikmatan Allah ini dengan semakin meningkatkan iman dan takwa kepada Allah.
Wal hasil, jika jama’ah haji yang lain pulang membawa oleh-oleh untuk dibagikan kepada handai taulan yang ziarah ketika sampai di rumah, sebaliknya selain air zam-zam 10 liter, saya tidak membawa oleh-oleh apa-apa kecuali ajakan kawan saya dari Afrika Selatan itu untuk senantiasa meningkatkan rasa syukur kepada Allah atas berbagai karunia dan nikmat yang telah Allah limpahkan kepada saya hingga hari ini, berupa kesehatan, rezeki, teman banyak dan lain sebagainya. Itulah yang saya pegang dan terus berusaha untuk menjaga amanah itu dengan baik, hingga saatnya kelak Allah memanggil saya menghadap-Nya. Amin 3x ya Allah Robbal alamiin.
_________
Malang, 21, November 2015