Hidup ini unik dan menarik. Ketika kita dapat menjalankan kegiatan sesuai yang kita rencanakan, kita tentu senang. Sebaliknya, jika yang terjadi tidak sesuai dengan skenario semula atau apalagi gagal, kita kecewa. Dan, itu sangat manusiawi. Sebagai manusia biasa, saya pun tidak luput dari pengalaman seperti itu. Beberapa kali kegiatan yang sudah saya rancang dengan baik ternyata tidak selalu berjalan mulus. Jika kegiatan tersebut terkait dengan orang atau pihak lain, maka kekecewaan pada pihak lain tidak bisa dihindari. Penyebabnya bermacam-macam. Misalnya, 1). karena ada kegiatan yang datang-datang tiba-tiba dan sifatnya lebih penting, 2). karena faktor teknis, misalnya terjadi kemacetan lalu lintas sehingga terlambat menghadiri acara, 3). karena ada hal-hal yang bersifat struktural, misalnya dipanggil atasan, 4). karena faktor alam, dan masih banyak yang lain.
Senin, 11 April 2016 saya mengalami hal seperti itu. Agenda kegiatan yang telah saya rancang dengan rapi berakhir dengan berantakan. Pasalnya, adalah karena faktor alam yang tak siapapun bisa mengelaknya dan tidak ada yang bisa disalahkan. Kisahnya pada hari dan tanggal tersebut saya berada di Jakarta dan pulang ke Malang dengan menggunakan pesawat Sriwijaya melalui bandar udara Abdul Rahman Saleh Malang. Saya memilih pesawat Sriwijaya karena itu pesawat yang terbang paling pagi dari Jakarta langsung Malang. Sesuai jadwal, pesawat terbang pukul 06.40 WB dan tiba di Malang pukul 08.10 WIB. Dengan begitu saya bisa langsung menuju kantor untuk rapat rutin dengan para staf.
Hari Senin biasanya saya gunakan untuk rapat koordinasi membahas sekaligus mengevaluasi pekerjaan seminggu sebelumnya dan mempersiapkaan kegiatan-kegiatan seminggu berikutnya. Selain rapat, hari itu pula saya terjadwal menerima beberapa tamu dari bebarapa instansi yang sudah ada janji sebelumnya. Karena kegiatan begitu padat, maka waktu pun terjadwal dengan sangat rapi. Saya berusaha untuk menaati jadwal dengan ketat.
Ketika sedang dalam antrian untuk check in, saya menerima pesan melalui SMS dari kantor perwakilan maskapai Sriwijaya bahwa pesawat Sriwijaya tujuan Malang dialihkan ke Bandar Udara Juanda Surabaya karena Gunung Bromo mengeluarkan kabut tebal yang sangat mengganggu pendaratan. Karena itu, demi keselamatan semua penerbangan menuju Malang dialihkan ke Juanda.
Hati menggerutu sambil menggelengkan kepala, karena dengan begitu kegiatan saya pada hari itu kacau balau. Tetapi saya tidak bisa berbuat apa-apa kecuali pasrah mengikuti instruksi maskapai Sriwijaya tersebut. Padahal, usai mengadakan rapat dan menemui tamu, saya berencana meninggalkan kantor menuju Juanda Surabaya pukul 13. 00 untuk selanjutnya terbang ke Makasar. Tiket pun sudah di tangan. Saya terjadwal terbang dengan pesawat Garuda pukul 16.30. Tetapi karena pesawat Sriwijaya yang saya tumpangi dialihkan ke Juanda, semua agenda pada Senin pagi itu bubar.
Demi efektivitas waktu, dari Juanda saya terus melanjutkan penerbangan ke Makasar. Rencana rapat dan menemui tamu saya gagalkan. Ternyata salah satu tamu pada hari itu juga berangkat dari jakarta, tetapi dengan menggunakan pesawat lain (Garuda). Sebagaimana Sriwijaya, semua pesawat yang menuju bandar udara Abdul Rahman Saleh Malang juga dialihkan ke Juanda. Karena itu, saya bermakud menemui tamu itu beberapa saat setelah mendarat di Juanda, sebelum saya melanjutkan penerbangan ke Makasar. Saya hubungi tamu tersebut dan disepakati bahwa kami bertemu di Juanda. Saya berangkat duluan dengan pesawat Sriwijaya.
Ternyata, apa yang terjadi kemudian? Pada pukul 08.00 ada pengumuman dari Bandara Abdul Rahman Saleh di Malang bahwa cuaca di Malang pagi terlihat cerah dan karena itu semua penerbangan bisa mendarat di Malang seperti biasa. Penerbangan yang semula dialihkan ke Juanda ditarik kembali untuk mendarat di Malang, sehingga tamu saya pagi itu tidak jadi terbang ke Juanda. Tentu saja saya tidak tahu ketika berita itu diumumkan, karena saya sudah di dalam pesawat.
Pesawat yang saya tumpangi mendarat dengan mulus di bandar udara Juanda sesuai jadwal, yakni 09. 25 WIB. Setelah keluar dari pesawat saya segera mencari tempat istirahat sejenak sambil menunggu tamu yang menurut jadwal akan tiba di Juanda pukul 10.15 WIB. Ketika saya sedang duduk sambil membaca harian Jawa Pos, saya diberitahu staf dari kantor bahwa tamu dimaksud tidak jadi mendarat di Juanda tetapi langsung ke Malang. Alasannya, cuaca di Malang cerah dan penerbangan kembali normal, sehingga kami berdua gagal bertemu pagi itu di Juanda sesuai kesepakatan.
Dalam hati saya tentu kecewa dengan peristiwa pagi itu karena gagal bertemu tamu yang memang saya tunggu. Tetapi kekecewaan itu tidak berlangsung lama, karena saya segera sadar bahwa sejatinya manusia itu hanya berkuasa merencanakan sesuatu. Allah lah penentu segalanya. Peristiwa yang saya alami pagi itu benar-benar membuktikan kekuasaan Allah. Oleh karena itu, sangatlah tepat kita selalu mengucapkan “Insya Allah” ketika merencakan sesuatu. Dengan ucapan “Insya Allah”, berarti kita berpasrah diri kepadaNya. Berpasrah diri tentu tidak berarti berdiam diri tanpa upaya, melainkan tetap berupaya maksimal tetapi ketentuan akhir diserahkan kepada Allah Sang Penentu Segalanya. Jika kita bisa berpikir begitu, kita tidak akan kecewa jika rencana yang sudah kita rancang dengan baik tiba-tiba gagal. Atau sebaliknya, kita tidak senang berlebihan ketika rencana kita berhasil dengan baik. Sebab, kita sadar bahwa Tuhan hadir di balik penentuan itu.
_________
Penerbangan, Dubai-Jakarta,
2 Mei 2016