“Bagaikan tersambar petir”, begitulah kalimat pertama kali yang keluar dari mulut politisi senior AM. Fatwa ketika mendengar berita koleganya yang juga Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Irman Gusman, tertangkap basah oleh lembaga antirasuah (KPK) Sabtu, 17 September 2016 di rumah dinasnya di Jalan Denpasar Raya C3 Nomor 8, Kuningan, Jakarta Selatan dini hari. Semua terkejut, kecewa, hampir tak percaya hal itu terjadi. Sebab, menurut informasi, pendapatan seorang Ketua DPD bisa mencapai Rp. 130 juta lebih per bulan, belum termasuk fasilitas yang diperoleh. Lebih-lebih Irman Gusman, selain pengusaha sukses, adalah politisi yang sangat getol menyuarakan agar koruptor dihukum mati. Lalu apa arti uang Rp. 100 juta baginya. Ironis!
Tetapi begitu ramainya media cetak dan elektronik memberitakan peristiwa tersebut hari itu, dan juga pengakuan kuasa hukum keluarga Irman sendiri bahwa sang kepala keluarganya berada di tahanan KPK semakin meyakinkan bahwa berita itu bukan lagi isu, tetapi sebuah kenyataan. Sikap masyarakat terkait dengan penangkapan Irman Gusman pun terbelah, ada yang tegas-tegas mengatakan bahwa KPK terlalu tergesa-gesa menetapkan Irman Gusman menerima suap. Tetapi ada pula yang mendukung sikap KPK dan menyalahkan Irman Gusman dengan alasan mengapa seorang pejabat tinggi negara mau menerima tamu di tengah malam. Apalagi tamu tersebut orang yang sedang bermasalah dengan penegak hukum. Ada pula yang secara emosional geram, karena tidak jera-jeranya para elite politik tersangkut praktik korupsi dan sangat mengotori lembaga DPD.
Untuk mengetahui peristiwa tersebut secara lebih dalam, Ketua Dewan Kehormatan DPD, AM. Fatwa segera mendatangi gedung KPK bermaksud menemui pimpinan KPK, walau gagal karena tidak ada pimpinan yang muncul menemuinya. Tetapi siaran pers pimpinan KPK, Agus Rahardjo, Sabtu, 17 September 2016 pukul 16.00 WIB cukup jelas bahwa Ketua DPD itu tertangkap basah OTT dan saat itu pula dinyatakan sebagai tersangka dalam kasus menerima suap kasus impor gula. Hanya selang dua hari dari penangkapan, Irman Gusman dilengserkan dari jabatan Ketua DPD melalui rapat Dewan Kehormatan. Dewan menilai Irman Gusman bersalah karena melanggar ketentuan hukum. Palu diketok. Irman Gusman harus rela meninggalkan kursi jabatan sebagai Ketua DPD.
Sebelumnya di media sosial sempat beredar pernyataan pembelaan atas nama IG yang isinya KPK terlalu cepat dan gegabah menangkap IG dengan tuduhan menerima suap. Saya juga sempat membaca berita tersebut. Tetapi pimpinan KPK segera membantah bahwa IG tidak mungkin menulis berita seperti itu karena Irman Gusman tidak boleh membawa alat komunikasi apapun. Ternyata berita pembelaan tersebut dikelola oleh staf Irman Gusman. KPK pun memberi peringatan keras agar staf atau anak buah IG tidak memutarbalikkan fakta dan minta agar tulisan di media sosial itu dihapus. “KPK telah bekerja secara profesional sesuai ketentuan”, begitu ungkap Wakil Ketua KPK, Laode Muhammad. Peringatan KPK ternyata manjur. Dalam waktu sekejap tulisan pun itu hilang.
Senada dengan AM Fatwa, Ketua MPR RI, Zulkifli Hasan, yang menerima berita tersebut secara spontan mengatakan “inna lillahi ..”, sebuah penggalan ayat di dalam surat al Baqarah ayat 156. Lengkapnya, ayat tersebut berbunyi “ Inna lillahi wa inna ilaihi roji’uun”, yang artinya “Kita ini milik Allah, dan kepadaNya kita kembali”. Ayat tersebut biasa diucapkan kaum muslimin ketika memperoleh cobaan atau mendengar berita duka atas kematian sahabat, saudara, kawan, atau siapa saja. Apa relevansi ungkapan tersebut dengan kasus Irman Gusman?. Di mata ketua MPR, peristiwa penangkapan Irman Gusman adalah sebuah musibah yang memalukan dan menampar wajah lembaga perwakilan rakyat.
Wakil Presiden Jusuf Kalla yang sedang mengikuti KTT ke-17 Gerakan Non Blok (GNB) di Hotel Wyndham, Pulau Margarita, Venezuela, mengatakan “Tentu kita sangat menyayangkan peristiwa itu. Kita tidak bisa tuduh siapa-siapa. Kita juga masih belum jelas lah. Kita tak bisa katakan ada salah apa tidak. Biar secara hukum diproses.Biar proses hukum selesaikan”, ungkap JK. Wapres merasa prihatin, tetapi tampak berhati-hati untuk menyimpulkan apakah Irman Gusman benar-benar bersalah atau tidak. Untuk itu, Wapres menyerahkan kasus Irman Gusman ke lembaga penegak hukum. Dari sana nanti akan kelihatan apakah Irman Gusman bersalah atau tidak.
Tidak ketinggalan Presiden Jokowi yang tengah berada di Dusun Cangkuang Wetan, Kecamatan Dayeuhkolot, Bandung dalam rangka program Pemberian Makanan Tambahan berkomentar “Saya menghormati proses hukum yang sedang berjalan di KPK terhadap siapapun. Dan, saya meyakini bahwa KPK dalam menangani sesuai dengan kewenangannya dan sangat profesional”. Dibanding yang lain, komentar Jokowi lebih tegas dan sepertinya yakin bahwa KPK tidak salah. Dengan pilihan kata-kata “saya meyakini”, “ sesuai dengan kewenangannya”, “sangat profesional”, Jokowi percaya bahwa KPK tidak salah tangkap dan penetapan. Dari layar televisi, tampak wajah Jokowi sangat kecewa atas terjadinya peristiwa penangkapan Irman Gusman.
Dalam melihat persoalan hukum, kita diajari sikap praduga tidak bersalah. Saat ini Irman Gusman masih tersangka, belum terdakwa. Perjalanan masih akan panjang. Semua nanti akan dibuktikan di pengadilan. Itulah ruang untuk membuktikan apakah Irman Gusman bersalah atau tidak. Sebab, seperti berita bantahan yang sempat beredar sebagai wakil rakyat Irman Gusman tidak mungkin menolak tamu yang datang ke rumahnya yang, katanya, berjumlah ribuan. Termasuk tidak bisa menolak pemberian dari para tamu. Tetapi saat itu, Irman dikabarkan menolak pemberian dari tamunya. Sebaliknya, KPK menemukan uang Rp. 100 juta yang masih terbungkus dan langsung dijadikan barang bukti. Selain itu, dalam siaran persnya, KPK menyebut bahwa salah seorang yang dinyatakan tersangka oleh KPK ialah orang swasta yang selama ini juga berurusan dengan KPK karena kasus suap.
Jika nanti di persidangan Irman Gusman terbukti bersalah, maka habis sudah riwayat karier politik Irman Gusman yang telah dirintis sekian lama, hingga menggapai puncak di tubuh DPD. Jabatannya sebagai Ketua DPD pun pasti akan melayang. Para lawan politiknya akan bertepuk tangan riuh. Irman Gusman tidak akan lagi didatangi oleh “ribuan tamu” yang membawa oleh-oleh, sebagaimana pengakuannya, tetapi hanya oleh anak, istri, dan kerabat terdekatnya. Mereka ini datang tidak dengan membawa oleh-oleh, melainkan “tetesan air mata” sambil berucap “mengapa ini bisa terjadi”. Melihat semua itu, ungkapan spontan Ketua MPR Zulkifli Hasan “inna lillahi..” memang tepat.
_____________
Malang, 27 September 2016