Siapapun yang paham, Islam disebut sebagai agama yang amat mulia danbsempurna. Agama ini mengenalkan tentang siapa sebenarnya diri seseorang, utusan atau Rasul-Nya, Tuhan, dan segala macam ciptaan-Nya. Ajaran Islam diturunkan agar umat manusia hidup damai, selamat, dan bahagia. Tentu tidak mudah menangkap keindahan Islam itu. Sebab, tidak semua yang indah selalu bisa dikenali dan apalagi diikuti.
Sebagai contoh, semua orang mengerti bahwa mencuri, merampok, juga korupsi itu adalah perbuatan buruk, membahayakan, dan siapa saja yang melakukannya akan dipandang rendah, tercela, dan bahkan dihukum. Namun pada kenyataannya tidak sedikit orang yang menjalankannya. Pelaku perbuatan jahat itu juga tidak selalu orang bodoh, terbelakang, dan miskin, tetapi bisa saja orang pintar, kaya, dan berpendidikan tinggi sekalipun.
Untuk memahami ajaran Islam yang indah dan sempurna tidak selalu lewat lembaga pendidikan dan apalagi pendidikan formal. Ajaran Islam bisa dipelajari dari guru dengan mendasarkan pada al Qur'an dan sunnah Nabi. Akan tetapi, Islam bukan hanya agar dipelajari, melainkan yang lebih penting adalah menjalankannya dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan, menjalankannya pun tidak boleh sembarangan, melainkan harus diikuti oleh suasana hati yang ikhlas.
Oleh karena sifat ajaran islam yang demikian itu, maka berdakwah atau mengajarkannya harus dimulai dari dirinya sendiri. Islam menganjurkan ketika mengajak orang lain, maka dirinya sendiri harus terlebih dahulu menjalankannya. Agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw., tidak membolehkan bagi siapapun menyuruh orang lain menjalankan Islam sementara dirinya sendiri belum menjalankanya.
Mengajak orang lain untuk berbuat baik, ---dalam ajaran Islam, harus memulainya dari dirinya sendiri, keluarga, selanjutnya orang dekatnya dan baru kemudian masyarakat luas. Setelah dirinya sendiri menjalankannya, maka baru mengajak orang lain. Mengajak orang lain, misalnya agar berakhlak mulia, maka seharusnya memulai dari dirinya sendiri.
Demikian pula sebaliknya, melarang orang lain dari melakukan hal yang dipandang buruk atau dosa, maka terlebih dahulu dirinya sendiri sudah tidak menjalankan apa yang disebut dengan keburukan itu. Ajaran Islam menganggap bahwa seseorang tidak pantas melarang orang lain melakukan perbuatan dosa, sementara dirinya sendiri masih dikenal melakukan perbuatan yang dilarang oleh agamanya.
Islam juga menunjukkan bahwa sumber perbuatan buruk itu selalu berada pada dirinya sendiri. Manusia memiliki beberapa sifat dasar, yaitu ingkar terhadap Tuhannya, selalu berlebih-lebihan, sedikit saja yang mampu mensyukuri nikmat, selalu berada pada posisi merugi, serba galau dan atau berkeluh kesah, bakhil tatkala mendapatkan kelebihan, selalu dilalaikan oleh keinginan memperbanyak harta, dan sifat-sifat yang menyedihkan lainnya. Sifat dasar itu dimilimi oleh semua manusia, kecuali para Nabi dan Rasul-Nya.
Mendasarkan realitas sifat dasar manusia seperti sedikit digambarkan itu, maka siapapun ketika akan memperbaiki atau meningkatkan kualitas kehidupan, maka sebagaimana dikemukakan di muka, seharusnya memulai dari dirinya sendiri. Memperbaiki diri sendiri lebih diutamakan dibanding berupaya memperbaiki orang lain. Bahkan memperbaiki orang lain sebenarnya bukan menjadi kewenangannya. Umpama saja hal itu dijalankan, adalah hanya sebatas mengingatkan, saling berwasiat, dan atau bermusyawarah.
Manusia dianjurkan untuk memperbaiki dirinya sendiri. Tugas itu sedemikian berat, melebihi tugas di medan peperangan. Dalam sebuah kisah, diterangkan oleh Nabi bahwa perang fisik dinilai lebih ringan dibanding perang melawan hawa nafsu yang ada pada dirinya sendiri. Oleh karena itu, berdakwah seharusnya dimulai dari dirinya sendiri. Tentu, tugas itu akan dapat dilaksanakan dengan baik, manakala seseorang berhasil mengenal tentang dirinya sendiri. Sementara itu, pekerjaan dimaksud juga tidak mudah, sehingga banyak orang gagal berdakwah oleh karena tidak tahu siapa sebenarnya dirinya sendiri itu. Wallahu a'lam