Mengenal Musuh Terberat
Prof. Dr. H. Imam Suprayogo Minggu, 27 November 2016 . in Dosen . 26194 views

Dalam menjalani hidup ternyata tidak sepi dari musuh. Musuh yang dimaksudkan itu dapat diartikan sebagai sesuatu yang mengganggu, menghalangi, dan juga menggagalkan tujuan yang ingin dicapai. Musuh itu bisa jadi datang dari berbagai arah, dan bahkan dari diri sendiri. Musuh yang datang dari diri sendiri ternyata justru lebih sulit dikalahkan dan atau ditanggulangi.

Itulah sebabnya, Nabi Muhammad saw., sekembali dari peperangan yang sedemikian dahsyat, memberikan penjelasan kepada para sahabatnya, bahwa baru saja menyelesaikan perang kecil dan akan segera menghadapi perang yang jauh lebih besar. Atas penjelasan Rasulullah itu, sementara sahabat menanyakan tentang musuh yang disebut lebih besar itu. Maka dijawab bahwa, musuh yang dimaksudkan itu adalah berupa hawa nafsu yang ada pada diri setiap orang.

Perang melawan hawa nafsu dinyatakan sebagai jauh lebih berat dibanding perang melawan musuh secara fisik. Perang fisik, musuhnya jelas, baik menyangkut jumlah maupun kekuatan persenjataannya., Bahkan taktik dan stretagi musuh, sekalipun tidak mudah misalnya, masih dapat dipelajari dan kemudian dipatahkan. Hal itu berbeda jika musuh itu berada pada dirinya sendiri. Musuh yang dimaksudkan itu justru sulit dikenali dan tidak mudah ditaklukkannya.

Betapa banyak orang menjadi celaka oleh karena godaan hawa nafsunya sendiri yang tidak berhasil dikalahkan. Seseorang menjadi jatuh celaka dan atau tersesat hidupnya dan bahkan hingga masuk neraka, disebabkan godaan hawa nafsunya sendiri. Bisikan berupa jin dan manusia yang sedemikian halus ternyata tidak mudah dikalahkan. Seseorang tanpa disadari terbawa pada suasana membenci orang lain, hasut menghasut, takabur, memfitnah, permusuhan, riya, bakhil, dan seterusnya.

Menghindari berbagai musuh dimaksud bukan pekerjaan mudah. Seseorang tidak terasa atau tidak menyadari bahwa penyakit hati tersebut sebenarnya sedang berada pada dirinya. Orang yang terkena penyakit tersebut tidak menyadari bahwa dirinya sedang menderita sakit dan membahayakan bagi hidupnya. Bahkan bisa jadi, sekalipun yang menderia penyakit itu adalah dirinya sendiri, yang bersangkutan menganggap orang lain yang sedang berpenyakit itu.

Contoh yang mudah lagi, yang mungkin saja dirasakan oleh kebanyakan orang misalnya, betapa sulitnya menaklukkan diri sendiri. Sekalipun seseorang sudah berjanji terhadap dirinya sendiri, akan selalu shalat berjama'ah di masjid, shalat malam, berpuasa sunnah, memberikan sumbangan atau perhatian kepada anak yatim dan orang miskin, akan tetapi oleh karena tidak mampu melawan hawa nafsunya, niat baik dan mulia tersebut tidak ada yang berhasil diwujudkan.

Demikian pula maunya akan selalu berbagi kasih sayang kepada sesama, kepada keluarga, tetangga, sanak saudara, dan seterusnya, akan tetapi, lagi-lagi oleh karena dorongan hawa nafsu, maka justru yang terjadi adalah sebaliknya. Kepada orang yang tidak salah pun membenci, marah, takabur, bakhil, sakwasangka, dan seterusnya. Perilaku yang demikian tidak selalu disadari sebagai sesuatu yang keliru dan berdosa. Padahal sikap buruk yang demikian itu tidak saja merugikan dirinya di dunia, tetapi juga di akherat kelak.

Melawan hawa nafsu sebagaimana dicontohkan tersebut adalah bukan perkara mudah dan ringan. Siapa saja tanpa terkecuali, berpendidikan pada jenjang apa saja, berasal dari strata sosial manapun, umur berapa saja, dan berlatar belakang apapun, sangat berkemungkinan terkalahkan oleh hawa nafsunya sendiri. Oleh karena itu bisa saja, seseorang menang melawan musuh yang datang dari luar, tetapi tidak dapat berkutik ketika harus melawan musuh atau hawa nafsu yang ada pada dirinya sendiri. Itulah sebabnya, musuh terberat bagi setiap orang sebenarnya adalah yang datang dari dirinya sendiri. Wallahu a'lam

(Author)


Berita Terkait


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
Jalan Gajayana No. 50 Malang 65144
Telp: +62-341 551-354 | Email : info@uin-malang.ac.id

facebook twitter instagram youtube
keyboard_arrow_up