Mengikuti Pertemuan Rabithah Di Kuala Lumpur
Prof. Dr. H. Imam Suprayogo Sabtu, 19 November 2016 . in Dosen . 720 views

Genap satuminggu tidak pulang ke rumah, bepergian melakukan perjalanan panjang, yakni dari Malang ke Padang, berlanjut ke Gorontalo, dan kemudian ke Kuala Lumpur untuk mengikuti pertemuan yang diselenggarakan oleh Rabithah al-Alam al-Islamy. Ke Padang diundang untuk berbicara dalam seminar internasional yang diselenggarakan oleh iAIN Padang. Dalam seminar itu, dibicarakan tentang integrasi ilmu dan agama, dengan menghadirkan beberapa pembicara, saya sendiri, selainnya dari Malaysia, Jepang, dan Amerika Serikat.

Di Gorontalo menghadiri pengajian yang diselenggarakan oleh Jam'iyyatul Islamiyah Dewan Pimpinan Daerah di kabupaten itu dan sekaligus juga menghadiri peringatan hari ulang tahun yang ke 343 Kabupaten tersebut. Saya hadir pada kegiatan itu sebagai Ketua Umum Pimpinan Pusat Jam'iyyatul Islamiyah bersama Pembina organisasi yang bergerak di bidang dakwah ini, dan juga beberapa pimpinan tingkat wilayah se Indonesia.

Lebih kurang ada 30 an orang diundang oleh Rabithah al-Alam al-islamy dari beberapa negara di Asia, yaitu dari Indonesia, Thailand, Philipina, Singapura, dan Malaysia sendiri. Hal penting yang dibahas dalam pertemuan itu adalah tentang berbagai persoalan umat Islam di masing-masing negara dan juga pencegahan terhadap terjadinya terorisme. Semua yang hadir sepakat bahwa terorisme tidak ada kaitannya dengan agama. Selamaini agama dipandang selalu mengajarkan kedamaian dan tidak boleh melakukan kekerasan dalam menyelesaikan masalah.

Di antara hal penting yang dibicarakan terkait terorisme adalah bahwa fenomena itu sebagai akibat dari berbagai jenis kesenjangan. Tidak bisa dipungkiri bahwa dalam kehidupan yang semakin mengglobal sekarang ini dirasakan telah mengakibatkan kesenjangan yang semakin melebar antar negara dan juga kelompok tertentu dengan lainnya. Bagi mereka yang tertinggal, terbelakang, dan kalah dalam banyak hal akan semakin merasakan penderitaan sebagai akibat persaingan itu.

Celakanya, mereka yang berhasil mengalami kemajuan dan kemenangan adalah berasal dari masyarakat pemeluk agama tertentu. Dengan demikian antara maju dan pemeluk agama dianggap identik dan atau menyatu. Akhirnya, muncul sentimen agama, dan dalam batas-batas tertentu agama juga dipandang sebagai faktor penyebab yang mendatangkan penderitaan itu. Maka, kemudian juga muncul beberapa konsep yang terkait dengan Islam, misalnya Islam kaffah, jihad, khilafah, daulah Islamiyah, dan sejenisnya.

Dalam pemikiran muncul konsep tentang tatanan masyarakat yang dipandang ideal, yaitu daulah Islamiyah. Konsep itu diartikan sebagai negara yang dipimpin oleh seorang khalifah yang kemudian diyakini akan menjadi sulusi dari terjadinya kesenjangan sosial yang disebabkan oleh pemerintahan yang dianggap sekuler. Sedangkan untuk membangun daulah Islamiyah harus ditempuh dengan jihad. Tidak mungkin kepemimpinan diambil alih tanpa melalui jihad. Oleh karena itu jihad dipandang merupakan keharusan.

Untuk merebut dan juga membangun tatanan kehidupan yang disebut dengan istilah daulah Islamiyah, masih harus berhadapan dengan kelompok Islam sendiri yang tidak sepaham. Selain itu, mereka juga memunculkan konsep Islam kaffah. Sebutan tersebut mengandung makna bahwa sebenarnya di kalangan umat Islam sendiri terdapat pengertian Islam yang belum kaffah. Kelompok ini juga dianggap tidak mudah untuk diajak bersepakat. Berbagai problem tersebut melahirkan pemahaman bahwa sebenarnya upaya untuk membangun daulah Islamiyah bukan perkara mudah dan ringan.

Pemahaman tentang sedemikian banyak dan beratnya tantangan yang harus dihadapi untuk meraih cita-cita yang dipandang mulia tersebut maka kemudian melahirkan sikap, cara-cara, dan pendekatan yang dipandang bersifat keras. Oleh karena itu, kekerasan sebenarnya adalah merupakan buah dari khayalan tentang keindahan kehidupan, namun tidak memiliki cukup potensi untuk meraihnya. Kekuatan yang disadari tidak cukup itulah yang kemudian melahirkan cara-cara paksa untuk mencapainya.

Hal demikian tersebut di antaranya yang dibahas di dalam pertemuan yang diselenggarakan oleh Rabithah al-Alam al-Islamy. Namun pada umumnya disepakati bahwa cara-cara keras dan memaksa tidak dibenarkan di dalam membangun tatanan kehidupan yang disebut ideal. Kebaikan, keindahan, dan kedamaian harus diraih dengan cara-cara yang benar dan baik pula. Islam mengajarkan tentang keindahan, kedamain, kejujuran, dan kebenaran dan semua itu harus ditempuh dengan cara yang benar pula. Wallahu a'lam

(Author)


Berita Terkait


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
Jalan Gajayana No. 50 Malang 65144
Telp: +62-341 551-354 | Email : info@uin-malang.ac.id

facebook twitter instagram youtube
keyboard_arrow_up