Pelajaran Bersabar Dari Pejabat Tinggi, Pak Maftuh Basyuni
Prof. Dr. H. Imam Suprayogo Sabtu, 12 November 2016 . in Dosen . 1341 views

Pak Maftuh Basyuni menjadi Menteri Agama bukan mewakili partai politik, tetapi ditunjuk sebagai orang yang dipandang mampu menjalankan tugasnya. Namun demikian beliau terasa dekat dengan rakyat dan juga berhasil memahami berbagai perilaku yang kadang harus bersikap sabar. Keharusan bersabar itu ternyata berhasil ditunjukkan oleh beliau.

Dua kali saya melihat kesabaran seorang menteri yang luar biasa yang berhasil ditunjukkan kepada rakyatnya. Pertama, ketika Pak Maftuh Basyuni menghadapi kyai di Madura. Pada waktu itu, oleh karena suatu persoalan menyangkut tokoh agama, maka oleh Presiden dipercayakan kepada menteri agama. Tugas dimaksud adalah memberikan pengertian kepada para kyai di sekitar pembangunan waduk Nipah di Madura.

Pembangunan waduk Nipah di Madura sudah lama selesai, tetapi belum dioperasikan karena terhalang oleh beberapa warga masyarakat dan juga tokohnya yang belum bersedia pindah. Padahal jika waduk itu dioperasikan, beberapa rumah warga, termasuk pondok pesantren dan juga madrasah di sekitar lokasi itu akan tenggelam. Pemerintah sejak lama sudah mempersuasi agar mereka mau pindah tetapi belum juga berhasil.

Rencannya waduk tersebut akan diresmikan oleh Presiden bersamaan dengan peresmian Jembatan Suramadu. Tugas Pak Menteri Agama ketika itu adalah memberikan pengertian kepada para kyai dan warga masyarakat yang berada di lokasi yang terkena genangan air agar mau pindah. Tugas itu oleh Pak Maftuh Basyuni dipercayakan kepada saya. Rupanya beliau mengira, saya dekat dengan para kyai atau paling tidak bisa berkomunikasi dengan mereka.

Untuk menunaikan tugas tersebut, saya mempercayakan kepada beberapa mahasiswa UIN Malang yang kebetulan berasal dari daerah yang dekat dengan lokasi waduk itu. Tidak lama kemudian, tugas itu dilaksanakan dan hasilnya dilaporkan sangat menggembirakan. Kyai sanggup pindah asalkan dua syarat saja, yaitu Pak Menteri Agama berkenan hadir ke Nipah dan kedua, berkenan memindahkan pesantren dan madrarah yang berkemungkinan terkena genangan air waduk ke lokasi yang aman.

Informasi yang menggembirakan itu segera saya laporkan kepada Pak Menteri Agama. Beliau menyanggupi, dan bahkan memberi perintah kepada Kakanwil Kementerian Agama Jawa Timur segera menyiapkan biaya pembangunan madrasah dan pesantren yang harus dipindah dimaksud. Pak Menteri Agama juga menghendaki agar kedatangannya ke Nipah disegerakan. Namun oleh karena keadaan jalan menuju ke lokasi itu jauh, sempit, dan masih banyak yang rusak, saya mengusulkan agar Pak Menteri Agama cukup sampai di kota kabupaten saja. Tawaran itu, oleh Pak Maftuh Basyuni tidak disetujui. Beliau ingin bertemu dengan rakyat yang dianggap mudah diajak berbicara itu.

Mendapatkan kabar yang menggembirakan itu, Pak Maftuh Basyuni menginginkan agar beberapa kyai di sekitar lokasi waduk Nipah yang dengan mudah menerima tawaran berpindah, diajak ke kediaman beliau di Jakarta. Sudah barang tentu keinginan Pak Menteri Agama saya penuhi. Para pemuka agama dimaksud, saya ajak ke Jakarta. Pak Menteri Agama sedemikian gembira, dan bahkan ketika itu sudah menetapkan tanggal kehadirannya ke lokasi waduk. Mendapatkan laporan bahwa jalan menuju waduk cukup jauh, sempit, dan banyak yang rusak, beliau dari Surabaya menggunakan helikopter. Saya ditugasi mendampingi beliau.

Hal yang sama sekali tidak digambarkan sebelumnya, segera setelah Pak Menteri Agama tiba di lokasi dan duduk di ruang tamu yang disediakan, salah seorang Kyai segera berbicara dengan nada keras. Ia mengatakan bahwa tidak benar orang Nipah menolak pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah. Pembangunan apa saja, termasuk pembangunan waduk, dipersilahkan untuk dilaksanakan. Namun ketika masyarakat Nipah juga mengajukan usul, mohon dipenuhi. Asalkan usul itu dipenuhi oleh Pak Menteri Agama, maka silahkan pembangunan waduk diteruskan. Mendengarkan, suara lantang itu, Pak Maftuh Basyuni, segera menanyakan, usulan apa yang dimaksudkan itu. Segera dijawab oleh tokoh yang berbicara lantang dimaksud : 'silahkan membangun waduk, tetapi, mohon jangan sampai waduk itu diisi air'.

Mendengarkan usul yang aneh itu, Pak Menteri Agama segera mengarahkan pandangannya ke saya, dan mengajak segera pulang. Yang saya heran, sejak meninggalkan lokasi, di atas helikopter, hingga sampai di surabaya, beliau tidak menunjukkan kekecewaannya dan apalagi marah. Beliau malah mengajak joke-joke, yang menggembirakan. Beliau hanya mengatakan bahwa kepada rakyat, pemimpin dalam keadaan apapun, harus sabar. Jikia mereka tidak mengerti, maka pemimpinlah yang harus mengerti.

Kasus kedua, Pak Maftuh Basyuni, sebagai Menteri Agama, diundang oleh sebuah pondok pesantren di Malang. Oleh karena tidak ingin merepotkan pejabat di tingkat daerah, beliau mendatangi undangan dimaksud sendirian, hanya bersama ajudannya. Biasanya, kedatangan seorang Menteri, selalu disambut meriah. Akan tetapi, entah oleh karena tidak mengerti atau tidak menduga undangannya benar-benar dihadiri oleh Menteri Agama, rupanya pesantren dimaksud tidak siap.

Kedatangan Pak Maftuh Basyuni tersebut hanya disambut oleh kyai pengasuhnya dan beberapa ustadz. Selanjutnya beliau diminta berceramah dihadapan para santri yang jumlahnya juga tidak terlalu banyak. Beliau bersabar, memberi ceramah dan setelah itu segera kembali ke Jakarta. Subhanallah, saya mendapatkan pelajaran berharga dari beliau, ialah dalam keadaan apapun harus bersabar. Semoga beliau khusnul khotimah, ditempatkan oleh Allah pada tempat terbaik dan mulia, di surga-Nya, amien.

(Author)


Berita Terkait


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
Jalan Gajayana No. 50 Malang 65144
Telp: +62-341 551-354 | Email : info@uin-malang.ac.id

facebook twitter instagram youtube
keyboard_arrow_up