Pertanda Orang Munafiq
Prof. Dr. H. Imam Suprayogo Minggu, 20 November 2016 . in Dosen . 40172 views

Kiranya siapapun tidak ada orang yang mau disebut sebagai orang munafik. Identitas seperti itu, di mana saja dipandang jelek. Orang munafik tidak saja akan mendapatkan balasan berat kelak di akherat, tetapi di dunia saja akan dijauhi oleh banyak orang. Disebut sebagai orang munafik oleh karena tidak ada kesamaan antara apa yang diucapkan dengan apa yang dilakukannya.

Kata munafik seringkali digunakan untuk mengumpat atau menghardik seseorang yang kelakuannya menjengkelkan. Apa yang diucapkan tidak ada buktinya. Perkataannya baik tetapi perbuatannya jauh dari apa yang diucapkannya itu. Di dalam sebuah hadits nabi dikatakan bahwa, ada tiga tanda-tanda sebagai seorang munafik, yaitu apabila berkata berdusta, apabila berjanji memungkiri, dan apabila diberi amanah mengkhianatinya.

Membaca tanda-tanda kemunafikan seseorang sebagaimana disebutkan di dalam hadits nabi tersebut, pada zaman sekarang ini seakan-akan sudah tidak ada lagi yang tersisa manusia yang tidak munafik. Siapa sekarang ini orang yang tidak pernah berbohong, selalu menepati janji, dan juga selalu amanah. Suami berbohong kepada isteri dan sebaliknya, isteri berbohong kepada suami dirasakan sebagai hal biasa. Apalagi dalam kontek yang lebih luas, mencari pemimpin yang tidak berbohong dan selalu amanat terasa lebih sulit dibanding mencari es di padang pasir.

Sudah menjadi hal biasa, seseorang yang mencalonkan diri sebagai pemimpin atau pejabat politik, dalam berkampanye menjanjikan apa saja yang akan dijalankannya ketika kelak yang bersangkutan terpilih. Mereka yang diberi janji tidak tanggung-tanggung, bukan orang seorang, melainkan masyarakat banyak. Melalui berbagai caranya, baik lewat pamlet, tulisan, pesan-pesan lain di berbagai jenis media, sang calon pemimpin menjanjikan akan melakukan sesuatu yang indah dan atau menguntungkan, padahal setelah terpilih sulit dicari buktinya.

Dalam kehidupan masyarakat, melakukan kebohongan, bersumpah palsu, dan mengkhianati janji dianggap sebagai hal biasa. Hidup dimaknai sebagai permainan yang harus dimenangkan. Sebagai sebuah permainan yang diikuti, jika berlaku benar dan jujur, maka akan diperoleh kekalahan. Oleh karena itu, agar menang maka berbohong, menyalahi janji, dan tidak amanah dianggap sebagai hal biasa. Sebaliknya, orang yang berusaha untuk berkata benar, memenuhi janji, dan menjaga amanah, justru dianggap berelebih-lebihan atau sok suci.

Munafik tidak akan hilang oleh karena pendidikan yang diraihnya. Bahkan semakin tinggi dan pintar seseorang maka akan semakin pintar pula menyusun kata-kata yang seolah-olah benar padahal keliru, berkelit dengan maksud tidak disebut mengingkari janji, dan atau juga sumpah. Begitu pula semakin tinggi jenjang pendidikannya juga semakin pintar dalam menjaga diri agar disebut sebagai orang baik dan amanah. Pendidikan seakan-akan tidak terkait dengan upaya menghindar dari sifat nifak itu.

Pada kehidupan di akhir zaman, sifat munafik selalu mewarnai kehidupan ini. Sifat munafik sangat mungkin ada pada setiap orang pada semua tingkatan. Orang pintar maupun orang bodoh mampu berbuat munafik. Berbohong, bersumpah palsu, dan tidak amanah dapat dilakukan oleh semua orang. Sebaliknya, yang tidak mudah ditemukan adalah orang yang selalu berkata jujur, memenuhi janji, dan amanah. Bahkan anehnya, orang yang mampu berbuat baik dengan ciri-ciri seperti itu justru disebut bodoh atau ketinggalan zaman.

Oleh karena itu berbicara tentang kemunafikan sebenarnya adalah berbicara tentang diri sendiri. Mengenali ciri-ciri munafik tersebut, maka sebenarnya semua orang dalam kadar tertentu memilikinya. Oleh karena itu, mengkategorikan manusia menjadi dua kelompok, yaitu munafik dan tidak munafik, maka rasanya tidak mudah, atau mungkin tidak tepat. Sebab seseorang suatu ketika untuk menjaga dirinya sendiri harus berbohong, tidak mampu menepati janji, dan juga tidak amanah. Mungkin yang lebih tepat adalah bahwa masing-masing orang memiliki sifat tercela itu, sedangkan yang membedakan adalah sekedar kadarnya. Dengan demikian, kiranya tidak perlu seseorang menuduh yang lain dengan sebutan yang tidak menyenangkan dimaksud. Wallahu a'lam

(Author)


Berita Terkait


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
Jalan Gajayana No. 50 Malang 65144
Telp: +62-341 551-354 | Email : info@uin-malang.ac.id

facebook twitter instagram youtube
keyboard_arrow_up