UIN MALANG-Masih menjadi bahasan yang menarik, moderasi beragama menjadi tema utama dalam pembicaraan KH. Ulil Abshar Abdalla di hadapan sivitas akademik UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, Selasa (11/7). Dalam materinya, ia mencoba membicarakan tema tersebut dalam perspektif yang berbeda. Alasan Gus Ulil, sapaan akrabnya, moderasi beragama adalah wacana yang sangat luas sehingga jika ditilik dalam bahasan yang sempit, justru tidak akan terlihat sisi uniknya.
Saking luasnya bahasan tersebut, Gus Ulil menuturkan bahwa moderasi beragama bukan lagi wacana yang partikuler, "Namun saat ini sudah menjadi bahasa universal. Bahasan semua umat," jelas menantu KH. Mustofa Bisri itu. Jika hanya memusatkan moderasi beragama di kalangan Muslim, maka akan sangat keliru.
Memang benar, lanjutnya, moderasi beragama muncul karena terjadinya dinamika dalam tubuh umat Islam. Namun karena ini Indonesia dengan kebhinekaannya, maka tidak bisa menggunakan perspektif Islam saja saat menjelajahi moderasi beragama. Karena itu, Kementerian Agama Republik Indonesia mengajak seluruh tokoh agama yang ada di Indonesia untuk merumuskan hal ini.
Di awal membawakan materinya, Gus Ulil menyinggung dasar konseptual moderasi beragama. Menurutnya, ada dua kepentingan ketika membicarakan tema ini. Pertama, bahwa dalam moderasi beragama ada kepentingan pemerintah. Tema ini merupakan bentuk respon aktif pemerintah tentang dinamika global yang terjadi di tengah masyarakat Islam, yang merupakan golongan mayoritas di Indonesia. Pemerintah mencoba menjadi mediator di tengah banyaknya tantangan, seperti kasus kekerasan, radikalisme, Islamisme, dan jihadisme. Tantangan-tantangan ini menurut pemerintah perlu dicarikan solusi. Sebagai pemegang regulasi, tentu tugas utama mereka adalah membuat aturan-aturan yang implementatif dan aplikatif agar tidak ada lagi chaos dan ketidakstabilan. "Maka, di sudut pandang ini, pemerintah memiliki kepentingan regulatif dalam wacana moderasi beragama," tambah Gus Ulil.
Kepentingan selanjutnya adalah milik masyarakat. Di sisi ini, ada istilah kepentingan eksploratif. Berbeda dengan pemerintah sebagai regulator, tugas masyarakat adalah menggali sebanyak mungkin apa saja yang bisa dipelajari dari wacana tersebut. Sebagai masyarakat, ketika membahas moderasi beragama, tentunya akan memiliki point of view yang sangat berbeda dari pihak pemerintah.
Gus Ulil mengapresiasi adanya kajian moderasi beragama di dalam institusi pendidikan seperti UIN Malang. Ia yakin, dalam lingkup edukasi, bahasan tersebut akan dieksplor dari sudut pandang yang beragam. "Di tengah masyarakat, tentu ada pergulatan, diskusi, juga ragam argumen yang pro dan kontra yang tentunya akan memperkaya literasi moderasi beragama ini," paparnya.
Gus Ulil menjadi pembicara utama dalam Kajian Literacy Enrichment on Religious Moderation yang dihelat oleh Pusat Studi Moderasi Beragama dan Sosial Budaya di bawah naungan LP2M UIN Malang. Dalam kajian yang bertempat di Aula Gedung Micro Teaching tersebut, Mokhammad Yahya, Ph.D, kepala pusat studi tersebut menyatakan, pihaknya ingin agar bahasan moderasi beragama selalu hidup di kalangan pendidikan. Hal ini menurutnya adalah salah satu upaya kampus untuk memutus tali radikalisme yang masih sering terjadi. Dalam forum tersebut, turut hadir pula Rektor UIN Malang Prof. Dr. H. M. Zainuddin, MA. (nd)