UIN MALANG-Isu kekerasan yang menjadikan perempuan dan anak sebagai objeknya masih marak menghiasi media massa dan sosial media. Tak henti-hentinya, pegiat keseteraan gender menyuarakan concern-nya agar semakin banyak lagi orang yang membuka mata akan fenomena diskriminasi ini. Salah satunya ialah melalui berbagai acara-acara penting, seperti The International Conference on Engineering, Technology, and Social Sciences (ICONETOS) keempat yang tahun ini digagas Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA), LP2M UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, Kamis (21/11), bertempat di Home Theater Fakultas Humaniora. Pusat studi di bawah pimpinan Dr. Istiadah, MA. mencoba menyuarakan pentingnya kesadaran menghentikan segala bentuk penindasan atau kekerasan, utamanya terhadap anak dan perempuan.
Membuka acara, Wakil Rektor Bidang Akademik, Prof. Dr. Umi Sumbulah, M.Ag. menyatakan bahwa kesetaraan gender bukan hanya sekedar pergerakan tanpa target. Tujuan besar yang ingin dicapai dari gerakan ini adalah untuk memperkuat pembangunan negara, Indonesia. Untuk menjalankan pemerintahan secara efektif dan efisien, maka pembangunan berbasis gender harus menjadi salah satu landasan utama. “Dengan ini, segala bentuk diskriminatif terhadap perempuan dan anak dapat diakhiri,” papar Prof. Umi.
Ia melanjutkan, realisasi dari penghapusan diskriminatif terhadap perempuan ada dalam beragam bentuk. Beberapa di antaranya ialah mengenali dan menghargai pekerjaan rumah tangga yang sering tak terbayar dan kurang mendapat apresiasi. Selanjutnya, adanya jaminan partisipasi penuh perempuan untuk berperan dalam setiap lini pembangungan.
Menghubungkan tujuan gerakan ini dengan studi keislaman, Prof. Umi menjelaskan bahwa ajaran-ajaran Islam juga menyuarakan hal yang sama. “Tidak ada diskriminasi utamanya dalam pemerolehan pendidikan bagi kaum perempuan,” tuturnya. Perempuan, dengan cara apapun, berhak mendapatkan pendidikan yang layak. “Secara nilai, gerakan kesetaraan gender ini tidak berbeda dengan ajaran Islam. Yang membedakan manusia hanya ketakwaan dan amal baiknya,” jabar guru besar di Fakultas Syariah ini. Karena itu, untuk mempromosikan gerakan kesetaraan gender ini, maka jalur pendidikan adalah jalan yang efektif.
Mengamini pendapat ini, Ketua LP2M, Prof. Dr. Agus Maimun, M.Pd. menegaskan pentingnya bangsa Indonesia diisi oleh sarjana-sarjana yang berprinsip anti diskriminasi. Support pemerintah dalam gerakan ini di jalur pendidikan nampak nyata. Berbagai macam fasilitas disediakan pemerintah, salah satunya dalam bentuk beasiswa pendidikan. Ada pula regulasi yang mewajibkan Perguruan Tinggi Negeri untuk secara khusus menyiapkan kuota bagi mahasiswa penerima beasiswa KIP (Kartu Indonesia Pintar). “Tidak ada lagi korelasinya pendidikan dengan ekonomi. Sekarang tergantung motivasi individu,” tegas Prof. Agus.
Sesuai dengan tujuan besarnya, ICONETOS 2024 mengundang para pegiat gender, seperti One Widyawati (Kabid Kesetaraan Gender, DP3AK Jawa Timur), Sukesi Rahayu, Sukesi Rahayu (ISI Surakarta), Saira Kazmi (Quaid-i Azam University, Pakistan), Noornajihan Jafar (Universiti Sains Islam Malaya), Listia (Pappyruz Yogyakarta), dan Hosniah Salaeh (Fatony University, Thailand).