Dalam perjalanan saya ke Makassar dalam rangka menghadiri pertemuan akademik di UIN Alaudin Makassar, Minggu 18 April 2010, saya diantar taksi menuju hotel tempat menginap. Begitu saya masuk taksi, sang sopir mengenalkan diri. Namanya Rizal.Usianya sekitar 30-tahun, beranak 3, dan lulusan SMA. Orangnya ramah dan cukup hangat melayani penumpang. Sebaliknya, saya juga mengenalkan diri tentang nama, asal, profesi dan tujuan saya ke Makassar.
Pembicaraan mulai hangat ketika saya bertanya mengapa bandar udara di Makassar disebut sebagai Bandara Hasanuddin. Mas Rizal, begitu saya memanggilnya, dengan antusias menjawab bahwa Hasanuddin adalah seorang raja dan pahlawan nasional asal Makassar. Di zamannya, beliau memerintah dengan adil dan menjadi penguasa di antara raja-raja di Sulawesi Selatan. Hasanuddin merupakan kebanggaan masyarakat Sulawesi Selatan. Sebagai seorang raja yang sangat disegani, Hasanuddin adalah seorang yang berjuang melawan penjajah Belanda dengan gagah berani. Kata mas Rizal, Hasanuddin membuat kewalahan Belanda karena strategi dan kemampuan memobilisasi kekuatannya. Lebih dari itu, kata mas Rizal, Hasanuddin bisa berjalan di atas air, yang membuat Belanda bisa diserang dari berbagai lini. Saya tidak tahu kebenarannya tentang cerita ini. Tetapi yang jelas, bagi masyarakat Sulawesi Selatan, Hasanuddin juga disebut sebagai “Ayam Jantan dari Timur”. Karena rasa bangga dan senangnya dengan Hasanuddin yang berlebihan, dalam ilmu komunikasi cerita mas Rizal bernuansa hyper-reality. Realitas yang sebenarnya tertutupi oleh narasi berlebihan, sampai, misalnya, Sultan Hasanuddin dianggap bisa berjalan di atas air.
Walau akhirnya kalah karena benteng Amsterdamnya jebol akibat serangan Belanda, nama Hasanuddin begitu harum dan sangat dihormati masyarakat Sulawesi Selatan. Sosok Hasanuddin seolah menjadi prototipe masyarakat Sulawesi Selatan: pemberani, lugas, tidak kenal lelah dan putus asa. Wujudnya, tempat pemakamannya sering diziarahi, hari kelahirannya selalu diperingati, namanya diabadikan sebagai nama bandar udara dan nama perguruan tinggi, Universitas Hasanuddin, dan nama jalan. Keturunan Hasanuddin juga banyak jadi orang hebat saat ini. Gubernur Sulawesi Selatan saat ini dan salah satu Bupati di Sulawesi Selatan adalah keturunan Hasanuddin.
Ibarat seorang peneliti yang sedang melakukan wawancara, saya biarkan saja dia terus berceritera tentang Hasanuddin. Sepertinya, saya beruntung memperoleh informan yang aktif. Bayangkan kalau seorang peneliti menemui informan yang pasif yang jika ditanya jawabnya hanya yes/no. Pasti susah !
Mas Rizal tidak hanya bercerita tentang sejarah Hasanuddin, tetapi juga tentang nama kota Makassar. Sempat bernama Ujung Pandang, kota ini juga menyimpamn sejarah. Nama Ujung Pandang (asalnya ujung pandan) diberikan oleh Walikota Makassar tahun 1975 karena sepanjang pantai