Perjalanan kami kemarin menuju tempat acara orientasi dan pemantapan Sertifikasi Dosen 2010 di Cisarua mulai 3-5 Mei 2010 cukup melelahkan. Sore itu jalan menuju Puncak dari arah Bogor sangat padat, sehingga sopir taksi menawari kami untuk ambil jalan pintas melalui jalan kampung. Kami setuju saja asal bisa sampai tempat pertemuan tepat pada waktunya. Sesuai undangan kami harus sampai di hotel pukul 13.00 dan pukul 16.00 mengikuti acara pembukaan. Jalan alternatif itu ternyata sempit, berbelok-belok, dan naik turun bukit.
Beberapa kali taksi yang saya tumpangi hampir saja bersenggolan dengan kendaraan lain, seperti sepeda motor, mikrolet, dan taksi lain. Saya pun beberapa kali menghela nafas sambil berdoa supaya perjalanan itu selamat karena memang berbahaya. Sopir itu tahu kalau saya agak risau, tetapi tampaknya dia juga dikejar waktu untuk bisa kembali ke tempat pangkalannya sesuai waktu yang telah ditentukan.
Walhasil, kendati dengan perjuangan kami sampai juga di hotel tempat pertemuan dengan aman sekitar pukul 14.00 WIB. Usai mengantar kami sampai di teras hotel, taksi segera tancap gas meninggalkan kami. Kami menuju lobi hotel yang disambut oleh beberapa petugas hotel yang berpakain khas Sunda. Lagu Sunda terdengar sayup-sayup di pojok lobi hotel seolah menyambut kedatangan kami.
Saya sangat kagum dengan petugas hotel yang begitu ramah, dimulai dari sapaan ‘Selamat Sore’, membantu membawa tas dan koper, dan memandu kami menuju resepsionis. Resepsionis tampak sangat sigap, sehingga sebagai tamu kami merasa puas terlayani. Setelah menyerahkan identitas, kami diminta duduk dulu sambil menunggu proses administrasi. Tidak lebih dari lima menit, kami diberi kunci kamar untuk kapasitas dua orang. Petugas yang ramah tadi mengantar kami sampai kamar, sambil mengecek segala sesuatunya yang ada di dalam kamar. Setelah semua beres, termasuk mencoba menghidupkan TV dan AC, petugas meninggalkan kami dengan ramah dengan menawari minuman apa yang kami inginkan sebagai welcome drink . Seperti bisanya, saya cukup memesan secangkir teh manis.
Sambil menunggu pesanan teh, saya melepas lelah dan merenungkan perilaku petugas dan resepsionis hotel yang ramah tadi, mulai dari kami datang, diminta duduk sebentar menunggu proses administrasi sampai kami ditawari minuman. Rasa lelah kami terobati dengan penerimaan petugas hotel yang ramah itu. Wajar jika banyak tamu menginap di hotel itu, walau baru saja dibuka lima bulan yang lalu. Selain murah, hotel itu menghadap perbukitan dan gunung Salak dengan panorama yang sangat indah.
Perilaku petugas hotel tadi mengingatkan saya ajaran budaya Jawa tentang bagaimana menerima tamu. Terminologi gupuh, lungguh, suguh begitu akrab bagi masyarakat Jawa. Gupuh artinya sikap hangat menerima tamu. Orang bertamu tentu telah berkorban setidaknya waktu dan tenaganya. Wajar jika, tamu itu dihormati dengan sikap baik. Oleh karena itu, apapun yang kita kerjakan selayaknya ditinggalkan dulu untuk menyambut tamu. Kita tunjukkan sikap bahwa tamu itu begitu penting bagi kita.
Setelah menampakkan sikap gugup, kita mengajak tamu untuk duduk di tempat yang telah tersedia. Sikap hangat itu masih ditambah dengan ungkapan-ungkapan hangat dan ringan seperti “Betapa senangnya anda datang”, “Wah mimpi apa saya kok kedatangan anda”, “Apa yang bisa saya bantu dengan kedatangan anda?” dan sebagainya. Ungkapan-ungkapan demikian akan membuat tamu feel at home .
Selain sikap gupuh, dan lungguh , sikap ketiga yakni suguh juga telah ditunjukkan oleh petugas hotel dengan menawari saya minuman. Petugas juga menjelaskan waktu makan malam dan tempatnya. Dengan demikian, jika saya renungkan ketiga macam nilai dalam budaya Jawa dalam menerima tamu telah dipraktikkan dengan baik oleh petugas hotel itu dan cukup efektif. Buktinya, sebagai tamu yang baru pertama kali menginap di hotel itu saya merasa sangat nyaman.
Memperhatikan cara petugas hotel menerima tamu, saya sangat yakin bahwa para petugas itu telah memperoleh training yang memadai tentang bagaimana menerima tamu. Ternyata sikap gupuh, lungguh , dan suguh bukan monopoli sikap orang Jawa, tetapi juga orang Sunda yang jadi petugas hotel itu.
Sikap petugas hotel itu bisa menjadi pelajaran berharga bagi kita jika selama ini kita begitu dingin ketika menerima tamu. Tidak ada salahnya kita belajar dari siapapun jika itu memang kebenaran dan kebaikan. Sayang kadang-kadang kita merasa gengsi jika belajar dari masyarakat bawah seperti sang petugas hotel. Sikap gengsi itu hakikatnya benih kesombongan yang mesti kita hapus agar kita sanggup menerima bahwa pada orang lain juga ada kebaikan dan kebenaran. Kita bukan manusia yang selalu benar dan baik. Kita sering berbuat salah. Makanya kita dianjurkan untuk sering istighfar !
____________
Bogor, 5 Mei 2010 .