Sebagai seorang pengampu matakuliah Metodologi Penelitian, saya sering ditanya tentang masalah penelitian studi kasus. Pertanyaan itu tidak saja dari mahasiswa tetapi juga dari kolega yang punya minat pada metodologi penelitian. Berikut uraiannya.
Dalam tradisi penelitian kualitatif dikenal terminologi studi kasus (case study) sebagai sebuah jenis penelitian. Studi kasus diartikan sebagai metode atau strategi dalam penelitian untuk mengungkap kasus tertentu. Ada juga pengertian lain, yakni hasil dari suatu penelitian sebuah kasus tertentu. Jika pengertian pertama lebih mengacu pada strategi penelitian, maka pengertian kedua lebih pada hasil penelitian. Dalam sajian pendek ini diuraikan pengertian yang pertama.
Selain studi kasus, ada fenomenologi, grounded theory, etnografi, dan etnometodologi yang masuk dalam varian penelitian kualitatif. Penelitian studi kasus memusatkan perhatian pada satu objek tertentu yang diangkat sebagai sebuah kasus untuk dikaji secara mendalam sehingga mampu membongkar realitas di balik fenomena. Sebab, yang kasat mata hakikatnya bukan sesuatu yang riel (realitas). Itu hanya pantulan dari yang ada di dalam.
Sebagaimana lazimnya perolehan data dalam penelitian kualitatif, data studi kasus dapat diperoleh dari semua pihak yang bersangkutan, baik melalui wawancara, observasi, partisipasi, dan dokumentasi. Data yang diperoleh dari berbagai cara itu hakikatnya untuk saling melengkapi. Ada kalanya data yang diperoleh dari wawancara belum lengkap, sehingga harus dicari lewat cara lain, seperti observasi, dan partisipasi.
Berbeda dengan metode penelitian kuantitatif yang menekankan pada jumlah atau kuantitas sampel dari populasi yang diteliti, sebaliknya penelitian model studi kasus lebih menekankan kedalaman pemahaman atas masalah yang diteliti. Karena itu, metode studi kasus dilakukan secara intensif, terperinci dan mendalam terhadap suatu gejala atau fenomena tertentu dengan lingkup yang sempit. Kendati lingkupnya sempit, dimensi yang digali harus luas, mencakup berbagai aspek hingga tidak ada satu pun aspek yang tertinggal. Oleh karena itu, di dalam studi kasus sangat tidak relevan pertanyaan-pertanyaan seperti berapa banyak subjek yang diteliti, berapa sekolah, dan berapa banyak sampel dan sebagainya. Perlu diperhatikan bahwa sebagai varian penelitian kualitatif, penelitian studi kasus lebih menekankan kedalaman subjek ketimbang banyaknya jumlah subjek yang diteliti.
Sebagaimana sifat metode penelitian kualitatif pada umumnya, metode studi kasus juga sebaiknya dilakukan terhadap peristiwa atau gejala yang sedang berlangsung. Bukan gejala atau peristiwa yang sudah selesai (ex post facto). Unit of analysis bisa berupa individu, kelompok, institusi atau masyarakat.
Perlu dipraktikkan konsep part and whole dalam penelitian jenis studi kasus. Apa artinya? Penelitian studi kasus harus dilakukan secara dialektik antara bagian dan keseluruhan. Maksudnya, untuk memahami aspek tertentu perlu diperoleh gambaran umum tentang aspek itu. Sebaliknya, untuk memperoleh gambaran umum diperlukan pemahaman bagian-bagian khusus secara mendalam.
Untuk memperoleh pengetahuan secara mendalam, data studi kasus dapat diperoleh tidak saja dari kasus yang diteliti, tetapi juga dari semua pihak yang mengetahui dan mengenal kasus tersebut dengan baik. Data atau informasi bisa dari banyak sumber, tetapi perlu dibatasi hanya pada kasus yang diteliti. Untuk memperoleh informasi yang mendalam terhadap sebuah kasus, maka diperlukan informan yang handal yang memenuhi syarat sebagai informan, yakni maximum variety, yakni orang yang tahu banyak tentang masalah yang diteliti, kendati tidak harus bergelar akademik tinggi.
Pertanyaan yang sering muncul adalah apa yang membedakan penelitian studi kasus dengan penelitian lainnya? Penelitian studi kasus menekankan kedalaman analisis pada kasus tertentu yang lebih spesifik. Metode ini sangat tepat dipakai untuk memahami fenomena tertentu di suatu tempat tertentu dan waktu yang tertentu pula. Misalnya, tentang metode pengajaran matakuliah tertentu, di lembaga pendidikan tertentu dalam waktu tertentu ( yang masih dalam proses).
Pertanyaan lain yang tidak kalah seringnya adalah apa hasil penelitian studi kasus bisa digeneralisasi atau berlaku secara umum. Secara jujur saya risau dengan pertanyaan itu. Sebab, selain istilah generalisasi tidak dikenal dalam metode penelitian kualitatif, hasil studi kasus memang tidak dimaksudkan untuk digeneralisasi, karena lingkupnya sempit.
Sebagai padanannya dikenal istilah transferabilitas, yakni hasil penelitian itu bisa berlaku di tempat lain manakala tempat lain itu memiliki ciri-ciri yang sama dengan tempat atau lokus di mana penelitian itu dilakukan. Transferabilitas semacam itu bisa dilakukan jika penelitian bisa sampai tahap temuan formal, bukan sekadar substantif.
Umumnya penelitian hanya berakhir pada temuan substantif, yakni ketika masalah yang diajukan telah dijawab berdasarkan data. Padahal, maslh ada satu tahap lagi yang harus dilalui jika diharapkan penelitian menjadi karya ilmiah yang baik, yaitu tahap temuan formal, berupa thesis statement dari hasil abstraksi temuan substantif. Selamat mencoba!