Menjadi Abdullah dan Kholifatullah lewat Puasa
Prof. Dr. H. Mudjia Rahardjo, M. Si Sabtu, 4 September 2010 . in Rektor . 38135 views

Ada ayat dalam al Qur’an yang menjelaskan tentang tugas kita hidup di dunia ini, yakni ayat “wa maa  kholaqtul jinna wal insa illa liya’buduun”, Artinya: tidaklah aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk meyembah kepadaku. Ayat ini menegaskan posisi kita sebagai abdullah.  Abdullah berasal dari kata abdun dan Allah. Abdun berarti hamba. Jadi abdullah artinya hamba Allah. Dalam bahasa Arab abdun dikenakan kepada setiap  manusia yang merelakan atau menggadaikan kebebasannya kepada sesuatu.  Orang yang rela melepaskan kebebasannya kepada  orang lain disebut hamba. Dengan demikian, abdullah berarti orang yang dengan rela hati menyerahkan kebebasannya kepada Allah, sehingga ia disebut sebagai hamba Allah.  Dengan demikian, abdullah menjadi terikat dengan semua ketentuan Allah.

Implikasi dari statusnya sebagai hamba Allah, maka seseorang  harus taat kepada-Nya. Karena itu, agar ia selamat dan tidak memperoleh murka Allah maka jangan  melanggar larangannya, lebih-lebih berani menyekutukan Allah. Sebab, dengan menyekutukan Nya, maka dia tidak lagi berstatus sebagai abdullah atau hamba Allah, mungkin menjadi hamba batu, alam, matahari, dan seterusnya tergantung pada dengan siapa Allah disekutukan. .

Ketulusan seseorang menjadi abdullah merupakan cermin kemurnian tauhid ‘la ila ha illa Allah’ yang merupakan bentuk penyerahan diri seseorang kepada Allah. Dengan penyerahan diri berarti juga menyerahkan kebebasan kepada Allah. Karena itu, kita bersedia mengikuti perintah Allah. Dengan demikian, keputusan  menjadi hamba Allah  merupakan sebuah pilihan seorang muslim. Seorang muslim sejati hanya dan hanya menjadi hamba Allah, bukan yang lain. Mengapa? Karena Allah lah pemilik derajad paling tinggi dan bahkan maha tinggi. Selain Allah, derajadnya sama atau bahkan lebih rendah daripada manusia, sehingga tidak ada alasan sama sekali manusia menghamba selain kepada  Allah.

Pelaksanaan ibadah seperti sholat, haji, puasa, zakat dan sebagainya merupakan peneguhan status orang sebagai abdullah.  Karena itu, jika manusia tidak mau menjalankan ibadah-ibadah seperti itu dia tidak tergolong sebagai abdullah, walau mungkin namanya Abdullah. Penghambaan kepada Allah akan sempurna jika diteruskan dengan perbuatan amal sholeh bagi sesama. Sebab, Islam adalah agama ‘rahmatan lil’ alamin’. Wujudnya adalah saling menghormati, kasih sayang, membantu dan mewujudkan keadilan, kedamaian, dan seterusnya.  Karena itu ayat lain berbunyi ‘ huwalladzii  ja’alakum kholaifal ardhi’, yang artinya ‘Dia telah menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi’. Dari dua ayat ini jelas bahwa status manusia di muka Allah ada dua, yakni abdullah dan kholifatullah.

Sebagai abdullah, maka tugasnya adalah menjalankan aktivitas kehidupan karena Allah, sedangkan sebagai kholifatullah artinya manusia sebagai makhluk yang memiliki otoritas menguasai alam semesta dan isinya. Menguasai tentu di dalamnya termasuk mengolahnya. Allah menciptakan manusia bukan tanpa ketersediaan sarana dan sumber yang dapat dimanfaatkan untuk kebahagiaan dan kelangsungan hidupnya. Sumber-sumber itu perlu diolah dengan baik agar semakin bermanfaat. Pengolahan dengan baik bisa dilakukan jika manusia menguasai ilmu pengetahuan. Karena itu, Allah sangat memuliakan orang yang berilmu pengetahuan karena lewat ilmu pengetahuan semua yang diciptakan Allah dapat dimanfaatkan dan semua rahasia di balik ciptaan Allah bisa digali, sehingga akan diketahuai kemahabesaran-Nya.  Akhirnya,  manusia bersujud dan mengucapkan ‘subhanallah’.

Kita harus yakin bahwa semua ciptaan Allah tidak ada yang sia-sia. Sesuai dengan ayat yang berbunyi ‘‘robbana ma kholaqta hadza baatila subhaanaka fakina adza bannar’. Tetapi karena keterbatasan pengetahuannya, manusia tidak mampu menggali manfaat yang ada di balik semua ciptaan-Nya itu. Di sinillah perlunya manusia menguasai ilmu pengetahuan.

Puasa merupakan momentum sangat tepat untuk menguatkan posisi kita sebagai abdullah dengan meningkatkan ibadah dan amal sholeh kita masing-masing, sekaligus meneguhkan posisi kita sebagai kholifatullah dengan membangun nilai-nilai kemanusiaan di antara sesama manusia. Status sebagai abdullah dan kholiatullah merupakan status mulia, sebab hanya diberikan kepada manusia. Karena itu, harus dimanfaatkan sebaik-baiknya dengan peningkatan ibadah. Tentu ibadah yang dimaksudkan bukan hanya sholat, melainkan semua aktivitas yang dijalankan karena Allah dan bermanfaat tidak saja bagi dirinya, tetapi juga untuk orang banyak. Semakin banyak manfaat bagi orang lain, maka semakin teguh posisinya sebagai kholifatullah. Dan, semakin tekun beribadah kepada Allah, maka semakin teguh posisinya sebagai abdullah.

Ramadan memiliki daya magnit yang luar biasa bagi orang-orang beriman untuk menjalankan aktivitas beribadah. Sebab, di dalamnya Allah tebarkan janji bagi siapa saja yang menjalankan ibadah puasa karena iman dan semata memohon ridho-Nya. Janji Allah berupa penghapusan dosa yang lalu dan yang akan datang, dan Allah juga limpahkan puluhan pahala bagi ibadah wajib dan ibadah sunnah diberi pahala sebagaimana ibadah wajib.

Begitu hebatnya Ramadan, sebuah bulan di mana Allah tebarkan kasih sayang-Nya kepada para abdullah dan kholifatullah yang konsisiten menjalankan perintah-nya. Begitu mulianya, sampai-sampai Nabi setiap  menjelang datangnya Ramadan menyambutnya dengan ‘marhaban ya Ramadan’, bukan’ ahlan wa sahlan ya Ramadan’. Sebab, dalam bahasa Arab ‘marhaban’ hanya dipakai untuk menyambut tamu istimewa, sedangkan ‘ahlan wa sahlan’ untuk tamu biasa. Ramadan bukan tamu biasa, melainkan tamu istimewa yang hanya datang sekali dalam satu tahun yang di dalamnya ada perintah berpuasa. Perintah itu pun tidak untuk semua orang, melainkan hanya bagi orang-orang yang telah beriman.

Allah maha  tahu bahwa orang-orang yang tidak beriman pasti tidak sanggup menjalankan ibadah puasa karena berat. Sebab, di dalamnya dituntut ada kejujuran, kebersihan hati, ketulusan, dan kerelaan berkorban. Di balik semua itu, Allah sediakan hikmah yang luar biasa. Karena sifat ar rahman dan ar rahim-Nya, Allah tidak mungkin tidak memberikan keistimewaan bagi orang-orang yang menjalakan perintah-Nya dengan tulus.

Semoga kita masih bisa ketemu Ramadan yang akan datang. Amin 3 x ya mujibassailin.

 

__________

(Author)


Berita Terkait


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
Jalan Gajayana No. 50 Malang 65144
Telp: +62-341 551-354 | Email : info@uin-malang.ac.id

facebook twitter instagram youtube
keyboard_arrow_up