HUMAS-Kementerian Agama mesti benar-benar serius mengelola dan membina madrasah, yakni lembaga pendidikan sekolah yang bercirikan keislaman. Dalam keadaan yang demikian ini, maka RUU Sisdiknas seharusnya menjadikan madrasah dan lembaga pendidikan Islam sebagai entitas yang dituangkan secara implisit, namun harus eksplisit dalam batang tubuh RUU Sisdiknas 2022. Poin penting inilah yang disampaikan oleh Rektor UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, Prof. M. Zainuddin, MA dalam Forum Group Discussion (FGD) bersama tim peneliti Bidang Kesejahteraan Rakyat dari Sekretariat Jenderal Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (Sekjend DPR RI). Acara berlangsung di ruang Senat, Lt. 4, Gedung Rektorat DR. (HC).Ir. Soekarno.Jumat(1/7)
Dalam kesempatan itu, Prof.Zain sapaan akrab rektor UIN Maliki Malang ini menjawab beberapa pertanyaan yang telah diajukan oleh tim peneliti. Beliau memaparkan jawaban tiap pertanyaan secara urut, terperinci disertai data dan fakta di lapangan. Sesuai dengan tema besar dari FGD, yakni Pengelolaan Satuan Pendidikan Keagamaan (Islam) Dalam RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Sedangkan inti dari topik FGD, dalam rangka pengumpulan data PROLEGNAS tersebut lebih mengerucut pada eksistensi dari Madrasah. Maka berikut ini adalah bagian rincian jawaban sekaligus respon Prof. Zain yang disampaikan saat forum berlangsung. Terkait perlindungan UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional terhadap keberadaan Madrasah, yakni berdasarkan UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 17 dan pasal 18, dilakukan secara berjenjang mulai dari madrasah Ibtidaiyah hingga madrasah Aliyah. Perlindungan dilakukan dalam bentuk: a. Pengawasan dilakukan secara komprehensif melalui Komite Madrasah yang bekerjasama dengan manajemen madrasah(pasal 1) b. Pengembangan Kerangka dasar dan Struktur Kurikulum sesuai dengan relevansinya (pasal 38 ayat 1). c. Koordinasi dan supervisi oleh Dinas Pendidikan dan Kantor kementerian Agama Kabupaten/ Kota Malang. (pasal 38 ayat 2)
Selanjutnya, Profesor asal Bojonegoro ini juga memaparkan tentang Pola Pendidikan. Menurutnya RUU Perubahan UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional hendaknya menggunakan pola Pendidikan pesantren. Sistem pendidikan pesantren hingga saat ini masih yang terbaik karena tiga hal. Pertama, pola pendidikan live in (tinggal di ma’had) selama masa belajar. Kedua, adanya kurikulum yang tersembunyi (hidden curriculum) dari para kiai dan ustad yang menjadi role model bagi para santrinya. Ketiga, tradisi santri yang memiliki sikap dan karakter tawadu, ulet, dan mandiri. Sikap-sikap tersebut menjadi kebutuhan yang sangat didambakan di era modern seperti sekarang ini.
Terakhir, Prof. Zain menjelaskan tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Madrasah bahwa indikator mutu pendidikan menurut Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) ada delapan, yaitu: Standar Kompetensi Lulusan, Standar Isi, Standar Proses, Standar Penilaian, Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Standar Pengelolaan, Standar Sarana dan Prasarana dan Standar Pembiayaan. Maka ke delapan standar mutu tersebut menurut orang nomor wahid di kampus UIN Maliki ini harus dapat dicapai.
"Pendidikan agama merupakan upaya menyiapkan pesera didik dalam memahami, menghayati, dan mengamalkan agamanya melalui kegiatan bimbingan dan pengajaran secara berkesinambungan. Orientasi pendidikan agama ini akan terasa sangat bermanfaat ketika dihadapkan pada kompleksitas dan pluralitas agama",imbuhnya.
Hadir saat acara, wakil rektor bidang Akademik UIN Maliki Malang,Prof. Dr. Umi Sumbulah, M. Ag mendampingi rektor sekaligus membuka acara FGD tersebut, Ketua Senat Universitas, Prof. Muhtadi Ridwan, M. Ag, Plh. Kepala Kantor Kemenag Kab. Malang, Sonhaji, S.Ag,.M.H (pemateri kedua), para kepala Madrasah baik kota maupun Kab. Malang, para dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan(FITK) dan Fakultas Syariah UIN Maliki Malang serta tiga orang anggota tim peneliti dari Sekjend DPR RI.(ptt)