Tidak tanggung-tanggung, acara yang dibuka secara resmi oleh Prof. Dr. H. Agus Maimun, M.Pd.(Ketua Lembaga Penelitian dan pengabdian kepada Masyarakat (LP2M) ini menghadirkan narasumber dari kaum akademisi yang ahli sekaligus tokoh analis di bidang moderasi beragama hingga para duta besar Indonesia di luar negeri, diantaranya: Prof. Dr. H.M. Zainuddin, MA(Rektor UIN Maliki Malang), Prof. Dr. Arndt Graf (Goethe-Universität Frankfurt, Germany), Nana Yuliana, Ph.D(Duta Besar Indonesia untuk Republik Kuba, merangkap Bahama, Republik Dominika, Haiti, dan Jamaika) dan terakhir KH. Zuhairi Misrawi, Lc.(Duta Besar Indonesia untuk Tunisia).
Tampil sebagai narasumber pertama, disampaikan oleh Nana Yuliana bahwa secara umum moderasi beragama di Kuba selama ini berjalan baik dengan kondisi yang aman. Hal ini dibuktikan meskipun Kuba negara Komunis tetapi minim sekali atau malah tidak ada perselisihan maupun konflik umat beragama.
Kemudian Prof. Zain sapaan akrab rektor UIN Maliki Malang dalam kesempatan itu menyampaikan materinya terkait moderasi Islam di Indonesia. Penjelasan dari Profesor asal Bojonegoro ini cukup detail karena ruang lingkup materinya mulai dari peta umat beragama, arti dari moderasi beragama itu sendiri sampai pada periode perubahan zaman pemerintahan di Indonesia lalu mengerucut hingga pada formasi sosial elit Agama. Namun demikian, menurut Prof. Zain bahwa hakikat dari moderasi beragama di negeri ini merujuk pada empat indikator yakni; anti-kekerasan, toleransi, komitmen kebangsaan dan penerimaan tradisi.Selanjutnya, berbeda dengan pokok penjelasan dari para narasumber sebelumnya. Kali ini narasumber yang merupakan tokoh analis dari Jerman, Prof. Arndt Graf; (Gothe Univerity Frankfurt) memaparkan tentang perbedaan pemberian istilah moderasi beragama. Menurutnya, istilah kata moderasi beragama yang familiar di Indonesia tidak digunakan di Jerman, karena masyarakat ramai disana lebih cenderung menggunakan istilah pluralitas beragama. Lebih uniknya, ramai munculnya istilah Pluralitas Agama itu bersamaan dengan ramainya istilah Moderasi Beragama di Indonesia. "Hal inilah yang patut untuk dikaji lebih lanjut!," ujarnya. (ptt)