BELAJAR TULUS DAN TANGGUH DARI GURU SDN INPRES 1 KOYA BARAT
Iffatunnida Rabu, 10 Agustus 2022 . in Berita . 435 views
4141_inpres.jpg

Catatan KKN: Mirel Imelda Sasella (Mahasiswi Jurusan Bahasa & Sastra Arab, Semester 6)

UIN MALANG-Salah satu program KKN-KNMB (Kolaborasi Nasional Moderasi Beragama) di Papua ialah mengobservasi beberapa sekolah di Koya Barat, Kota Jayapura. Rabu itu (3/8), saya dan empat teman lainnya yang tergabung dalam Kelompok KKN-KNMB Masjid Quba mengunjungi SDN Inpres 1. Senang rasanya karena bisa berinteraksi dengan banyak putra-putri daerah asli Papua di sekolah itu. Namun, perasaan sedih juga hadir ketika menyaksikan kondisi bangunan serta siswa di sekolah tersebut. Selain fasilitas sekolah yang kurang memadai, siswa yang tidak bersepatu dan kondisi baju seragam yang kurang terawat adalah pemandangan sehari-hari.
Salah satu guru senior di SDN Inpres 1, Bu Nensi, menemui kami dan merespon positif maksud kunjungan kami ke sekolahnya. Di kesempatan itu, ia memberikan gambaran sekolahnya agar kami tidak kaget melihat kondisi sekolah yang tidak seperti lainnya. Ia akui bahwa kondisi sekolahnya memprihatinkan.
Meski berstatus SD Negeri, namun keberadaannya selalu diabaikan. Segala pengajuan bantuan dan fasilitas untuk sekolah tidak didengarkan dan direspon oleh pemerintah setempat. Tidak heran kalau SDN Inpres 1 dianggap sebagai sekolah yang tersisihkan. “Akhirnya, dana operasional sekolah adalah dana mandiri dari iuran guru dan beberapa wali murid,” tuturnya.
Mayoritas siswa di SDN Inpres 1 adalah putra-putri asli Wamena yang rumahnya berada di kawasan pegunungan. “80% asli Wamena dan sisanya dari warga transmigrasi,” jelas Nensi. Hal ini membuat kesenjangan kualitas SDM yang sangat berbeda.
Siswa dengan seragam kotor dan tanpa bersepatu adalah pemandangan sehari-hari. “Rumah mereka sangat jauh di area pegunungan. Mereka mau datang ke sekolah saja, guru-guru sudah bersyukur dan bahagia,” imbuhnya
Kuantitas kelas dan guru, lanjut Nensi, juga sangat minim. Namun pihak sekolah bersyukur karena ada progress positif, terbukti dengan banyaknya siswa baru yang mendaftar di kelas 1 hingga total ada 2 kelas. Jumlah guru yang terbatas berimbas pada overload pekerjaan. “Satu orang guru bisa merangkap mengajar di banyak kelas,” jelasnya. Namun, sekali lagi, ia bersyukur, “Apresiasi tinggi buat guru-guru di sini yang semangatnya selalu full meski pembayaran gaji tidak lancar.”

4142_inpres2.jpg


Kisah ini bukanlah kisah fiktif yang sering kita baca di media-media saja. Setelah kunjungan ke SDN Inpres 1, saya sadar, memang masih banyak sekali orang-orang tangguh yang berdedikasi di tengah keterbatasan yang mereka terima.
Kisah lainnya ialah tentang Bu Nensi sendiri. Sudah 35 tahun ia mengabdikan diri sebagai seorang guru. Ia bahkan pernah menjabat sebaga Kepala Sekolah di SDN Kotaraja, salah satu sekolah favorit dengan fasilitas serba ada, tanpa kesenjangan.
Namun, menjelang pensiun, ia sendiri yang memilih untuk pindah ke SDN Inpres 1. Alasannya sederhana, ia ingin suasana baru yang berbeda dengan sekolah sebelumnya. Memanfaatkan semangat belajar dari siswa-siswanya, ia pun mengadakan aktivitas-aktivitas menyenangkan di lingkungan sekolah. Salah satunya adalah drum band. Jangan bayangkan grup drum band dengan fasilitas modern, grup di SDN Inpres 1 ini memakai alat bekas dari SDN Kotaraja yang dibawa Nensi. “Yang penting anak-anak senang dan jadi semangat belajar bermain alat musik dengan teman-temannya,” imbuhnya bersemangat. Niat yang tulus serta ambisi yang kuat Nensi inilah yang membuat kami sangat kagum. Semoga semangatnya untuk meratakan SDM anak bangsa di Bumi Cendrawasih ini dapat terwujud. Amin. (*/nd)

(INFOPUB)


Berita Terkait


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
Jalan Gajayana No. 50 Malang 65144
Telp: +62-341 551-354 | Email : info@uin-malang.ac.id

facebook twitter instagram youtube
keyboard_arrow_up