Bahasa tidak henti-hentinya menjadi perhatian para ilmuwan sejak dahulu kala. Sebab, bahasa memiliki posisi sentral bagi kehidupan manusia. Melalui bahasa, ilmu pengetahuan berkembang. Bahkan peradaban berkembang juga karena bahasa. Melalui bahasa, manusia tidak saja ingin menyampaikan pemahaman kepada orang lain, tetapi juga ingin dipahami oleh orang lain. Begitu sentralnya posisi bahasa bagi manusia, maka tidak berlebihan jika dikatakan bahasa adalah pusat memahami dan pemahaman manusia.
Nama ‘Mbah Maridjan’ tiba-tiba mencuat tatkala gunung Merapi meletus pada tahun 2006. Saat itu dia menolak himbauan pemerintah dan keraton Yogyakarta untuk segera mengungsi karena berdasarkan laporan resmi Pusat Vukanalogi dan Klimatologi yang memantau aktivitas gunung tersebut, Merapi dinyatakan dalam kondisi sangat membahayakan. Tetapi Mbah Maridjan berpikiran lain. Menurutnya, berdasarkan pengalaman spiritual selama ini dengan gejala seperti itu gunung Merapi saat itu tidak akan meletus. Keyakinan Mbah Maridjan semakin kuat karena belum memperoleh wangsit dari langit bahwa akan terjadi letusan. Seolah menentang himbauan pemerintah dan keraton Yogyakarta agar warga masyarakat yang tinggal dekat gunung untuk segara mengungsi, mbah Maridjan dengan gagah berani justru naik gunung yang sudah dinyatakan status bahaya tersebut.
Delapan puluh dua (82) tahun yang lalu, para pemuda Indonesia lewat Kongres Pemuda menyatakan bahwa bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan melalui deklarasi Sumpah Pemuda. Deklarasi itu sebagai keputusan cerdas setidaknya karena dua hal. Pertama, keputusan yang dibuat jauh sebelum kemerdekaan 17 Agustus 1945 tersebut tidak saja merupakan keputusan politik, tapi juga budaya untuk menentukan identitas sebagai bangsa yang memimpikan kemerdekaan.
Tetapi ada pula yang mempertanyakan mengenai etika para politisi Senayan yang tidak memberi pendidikan yang baik kepada rakyat, misalnya ulah dan perilakunya, bahasanya, tambengnya, dan sebagainya. Bahkan ada salah seorang anggota DPR dari partai pemenang pemilu yang mengusulkan untuk memperpanjang masa pemerintahan SBY hingga ketiga kalinya dengan cara mengamandemen Undang-Undang yang sudah mengalami beberapa kali amandemen tersebut. Alasannya belum ada tokoh sekaliber SBY yang mampu melanjutkan memimpin negeri ini. Tentu saja ide tersebut tidak popular karena berarti akan mengulangi lagi pengalaman pahit masa lalu di mana Soeharto bisa menjabat beberapa kali periode yang alasanya hampir sama dengan yang dilontarkan anggota DPR tersebut, yakni tidak/belum ada tokoh yang bisa melanjutkan pembangunan Orde Baru selain Pak Harto. Ada yang menganggap ide itu tidak lebih dari sebuah sensasi murahan dan dagelan yang gak lucu. Karena itu, tidak perlu ditanggapi serius.
(Bahan Kuliah Metpen, Program S1, S2, dan S3)
Di tengah-tengah perubahan zaman yang demikian cepat, bahkan jauh lebih cepat dari prediksi para peramal masa depan, peran ilmu-ilmu humaniora yang meliputi : bahasa, seni, sastra, sejarah, kebudayaan, filsafat dan kepustakaan semakin hari semakin penting keberadaannya. Ditinjau dri sejarah peradaban manusia dan menggunakan Revolusi Industri sebagai titik tolak, peradaban manusia sudah sedemikan pesatnya. Berbagai temuan sains dan teknologi menjadikan manusia memperoleh kemudahan sedemikian rupa di berbagai hal kebutuhan hidup. Begitu besar pengaruh sains dan teknologi bagi kehidupan, wajar jika orang menyebut abad ini sebagai abad ilmu pengetahuan dan teknologi. Tetapi di sisi yang lain, wajah peradaban manusia juga bergeser, dari sifat-sifat humanized yang santun, saling menghargai dan mencintai menjadi sifat-sifat dehumanized yang kasar, beringas, pemarah, dan perusak, dan bentuk-bentuk perilaku negatif yang lain.
Salah satu pertanyaan penting dan sering muncul dari para peneliti dan mahasiswa yang sedang melakukan penelitian adalah masalah triangulasi. Banyak yang masih belum memahami makna dan tujuan tiangulasi dalam penelitian, khususnya penelitian kualitatif. Karena kurangnya pemahaman itu, sering kali muncul persoalan tidak saja antara mahasiswa dan dosen dalam proses pembimbingan, tetapi juga antar dosen pada saat menguji skripsi, tesis, dan disertasi. Hal ini tidak akan terjadi jika masing-masing memiliki pemahaman yang cukup mengenai triangulasi. Umumnya pertanyaan berkisar apakah triangulasi perlu dalam penelitian dan jika perlu, bagaimana melakukannya. Berikut uraian ringkasnya yang disari dari berbagai sumber dan pengalaman penulis selama ini.