Jika perbedaan kedua jenis penelitian tersebut ditulis secara rinci, bisa saja dihasilkan satu buah buku tersendiri. Tetapi, demi kemudahan untuk menghafal, khususnya bagi para pemula, saya mencoba merangkumnya dalam 30 kalimat pengandaian “jika ....., maka ....”, dirangkum dari berbagai sumber, yang sebut sebagai “30 kontras penelitian kuantitatif dan kualitatif”. Berikut uraian lengkapnya.
Kini saya menyadari bahwa saya bukan orang pandai. Saya adalah orang biasa. Seingat saya tak pernah seorang pun guru saya – sejak SD hingga S3 – menyebut saya pandai
Seiring dengan perkembangan metode penelitian kualitatif beberapa kurun waktu terakhir dan semakin diminatinya metode tersebut oleh banyak ilmuwan di berbagai disiplin ilmu, mulai dari sosiologi, antropologi, pendidikan, sejarah, psikologi, ekonomi, bahasa, hingga ilmu kesehatan, pertanyaan mengenai ukuran atau standar kualitas penelitian kualitatif tak dapat dihindari. Tak ketinggalan, sebagai peminat metodologi penelitian kualitatif, saya juga sering memperoleh pertanyaan tersebut, baik dari kalangan mahasiswa, teman sejawat, maupun para peminat metode penelitian kualitatif. Tentu tidak salah, sebab, sebagaimana penelitian kuantitatif yang memiliki standar baku untuk mengukur kualitasnya, penelitian kualitatif juga mensyaratkan ukuran atau standar tertentu untuk disebut berkualitas.
Usai pemaparan, pertanyaan dari para penguji dimulai. Satu demi satu pertanyaan bisa dijawab dengan baik. Tetapi ketika sampai penguji ketiga yang menanyakan masalah metode penelitian, melingkupi paradigma, pendekatan, metode dan jenis penelitiannya, mahasiswa itu mulai grogi. Lebih-lebih katika menyangkut bagian analisis data, mahasiswa itu mulai kedodoran karena dianggap kurang mendalam dan datanya kurang memadai sehingga tidak menghasilkan temuan apa-apa. Padahal karya ilmiah setingkat disertasi harus menyumbang ilmu pengetahuan di bidang yang diteliti berupa konsep, syukur bisa menghasilkan teori, yang bisa dimanfaatkan dalam kehidupan nyata (Burns, 1991: 18). Hasil penelitian mahasiswa bidang manajemen pendidikan, misalnya, diharapkan bisa berkontribusi nyata bagi pengembangan ilmu manajemen pendidikan. Begitu juga bidang-bidang yang lain diharapkan menyumbang ilmu pengetahuan baru di bidang yang diteliti, sehingga ilmu pengetahuan semakin hari semakin berkembang karena kontribusi para peneliti. Itu hakikat penelitian, selain untuk memberikan solusi terhadap persoalan yang dihadapi manusia, juga untuk mengembangkan ilmu pengetahuan.
Dia tidak saja menyebut nama dan di mana saya sekarang bekerja, tetapi juga masih hafal nama semua teman seangkatan kuliah dulu, bekerja apa dan di mana pula sekarang mereka berada. Dia juga masih bisa bercerita peristiwa-peristiwa unik yang terjadi di masa perkuliahan, dan siapa saja pelakunya dan di mana. Saya manggut-manggut keheranan. Pokoknya dia memiliki memori hebat sekali. Saya sangat salut memiliki kawan seperti dia.
Dua hari sebelum memperoleh mandat untuk mencalonkan diri menjadi presiden diberikan oleh sang Ketua Umum PDI-P, Megawati Soekarnoputri, pada Jum’at, 14 Maret 2014, Jokowi diajak melakukan perjalanan ritual dengan berziarah ke makam proklamator RI, Ir. Soekarno, di Blitar. Kepergian kedua tokoh itu ke Blitar bersama-sama dinilai oleh para pengamat sebagai kepergian politik yang dibungkus dengan peristiwa ritual berupa ziarah kubur. Maklum, yang diajak Megawati adalah seorang Joko Widodo, seorang Gubernur DKI, yang saat ini sedang naik daun dan digadang-gadang oleh simpatisannya memenangi pemilu presiden 2014. Sebab, dari berbagai survei tingkat elektabilitas Jokowi tidak tertandingi oleh tokoh-tokoh lain, termasuk sang pemberi mandat sekalipun, yakni Megawati Soekarnoputri sendiri.
Upaya tersebut memerlukan “political will” dari Abah Anton beserta seluruh jajaran pemerintahannya. Syukur jika cetak biru tersebut merupakan Road Map berjangka panjang (setidaknya hingga 25 tahun yang akan datang) sehingga generasi ke depan bisa melihat sekaligus memahami wajah budaya yang diinginkan oleh para generasi sebelumnya agar tidak salah arah. Pertanyaannya seberapa penting atau urgenkah cetak biru pembangunan budaya bagi suatu masyarakat? Menurut saya sangat penting, sebab jika tidak ada cetak biru kebudayaan, pembangunan yang hanya bertumpu pada pertumbuhan ekonomi akan sangat berbahaya. Bisa-bisa masyarakat akan pelan-pelan kehilangan identitas diri. Selama ini kita bisa belajar dari praktik pembangunan yang mengandalkan pertumbuhan ekonomi ternyata gagal menjadikan masyarakat sejahtera secara keseluruhan. Kesejahteraan ekonomi ternyata hanya dinikmati segelintir orang.